Selasa, 26 Mei 2009

211.643 Siswa SMP Putus Sekolah Tiap Tahun

Selasa, 18 Maret 2008 | 00:37 WIB

Jakarta, Kompas – Setiap tahun sekitar 211.643 siswa SMP dan madrasah tsanawiyah atau MTs di berbagai pelosok Tanah Air putus sekolah karena sejumlah faktor. Selain itu, sekitar 452.000 tamatan SD dan madrasah ibtidaiyah atau MI tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Suyanto mengatakan hal itu dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (17/3).

Menurut Suyanto, salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah adalah di kalangan masyarakat yang masih miskin, siswa secara ekonomi menjadi tulang punggung keluarga. ”Jika anak pergi ke sekolah, penghasilan keluarga menjadi menurun karena berkurangnya sumber pencari nafkah,” katanya.

Selain itu, ada pula persoalan kultur, yakni motivasi menyekolahkan anak yang masih rendah. Di sisi lain, ketersediaan fasilitas di beberapa daerah juga masih minim sehingga anak membutuhkan waktu lama menuju sekolah yang lokasinya jauh.

Wajib belajar

Suyanto mengatakan, melihat tingginya angka putus sekolah, terutama di kalangan siswa SMP/MTs, program wajib belajar sembilan tahun memang tidak mudah diterapkan. Padahal, tahun 2008 merupakan tahun terakhir pencapaian target penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Terkait dengan penuntasan itu pula, Menteri Pendidikan Nasional bersama Menteri Agama, bupati dan wali kota, kepala dinas pendidikan provinsi, serta kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota akan mendeklarasikan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada Selasa ini.

Menurut dia, sampai akhir 2007, angka partisipasi murni SD/MI sederajat sebesar 94,90 persen. Angka partisipasi murni adalah rasio murid SD berusia 7-12 tahun terhadap penduduk kelompok umur 7-12 tahun.

Adapun angka partisipasi kasar SMP/MTs sederajat sebesar 92,52 persen. Angka partisipasi kasar adalah rasio jumlah siswa yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia tersebut.

Menurut Suyanto, hingga saat ini masih terdapat 111 kabupaten/kota yang belum menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.

Persoalan lainnya adalah terkait minimnya sarana yang sangat berhubungan dengan kualitas pendidikan. Misalnya, masih terdapat sekitar 200.000 ruang kelas SD yang rusak dan 12.000 ruang kelas SMP yang rusak. Di tingkat SMP/MTs, sebanyak 34,3 persen sekolah belum mempunyai perpustakaan dan 38,2 persen sekolah tidak memiliki laboratorium.

Madrasah juga mengalami hal serupa. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Muhammad Ali mengatakan, saat ini 91,5 persen madrasah berstatus swasta. Dengan demikian terdapat variasi standar, mulai dari perekrutan, pembelajaran, hingga fasilitas.

”Kami sudah berupaya dengan memberikan bantuan-bantuan kepada madrasah swasta, seperti bantuan laboratorium dan bantuan buku,” ujarnya.

Suyanto mengatakan, guna mengatasi persoalan belum tercapainya program wajib belajar, pemerintah telah berupaya antara lain membangun unit sekolah baru dan mengaitkan kuliah kerja nyata di kalangan mahasiswa dengan program-program penuntasan wajib belajar. Selain itu dilakukan pula pengucuran bantuan operasional sekolah, pelibatan organisasi masyarakat, serta pembangunan model sekolah satu atap antara SD dan SMP. (INE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar