Rabu, 27 Mei 2009

Aturan Baru Pengangkatan Guru SD

Artikel Terkait:
Senin, 22 September 2008 | 21:22 WIB

JAKARTA, SENIN - Pemerintah mengeluarkan aturan baru soal pengangkatan guru SD. Peluang menjadi guru SD tersebut juga dibuka bagi mereka yang memiliki kualifikasi akademik D-IV/S-1 dari program non-Pendidikan Guru SD.

Dalam aturan baru itu pemerintah memperbolehkan lulusan perguruan tinggi kependidikan yang bidang studinya ada di SD bisa diangkat menjadi guru SD. Adapun dari perguruan tinggi umum, peluang tersebut hanya diberikan untuk lulusan Psikologi dan Bimbingan Konseling.

"Banyak daerah yang menemukan kesulitan untuk bisa mengangkat guru berkualifikasi D-IV/S-1 PGSD karena jumlahnya terbatas. Daripada pengangkatan guru SD di bawah standar UU Guru Dosen, akhirnya pemerintah pusat membolehkan ada pengangkatan guru berkualifikasi D-IV/S-1 di luar PGSD," kata Baedhowi, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di Jakarta, Senin (22/9).

Adapun untuk pengangkatan guru SD di daerah terpencil, kata Baedhowi, juga diberikan pengecualian. Kebijakan ini ditempuh karena kebutuhan pengangkatan guru SD di daerah mendesak, namun guru yang memenuhi syarat kualifikasi pendidikan minimal D-IV/S-1 PGSD dan bersertifikat pendidik tidak tersedia.

Pengangkatan guru SD di daerah terpencil boleh yang berkualifikasi pendidikan D-II, tetapi saat ini sedang mengikuti pendidikan S-1 yang dibiayai pemerintah. Boleh juga guru berkualifikasi D-II yang sedang menempuh pendidikan S-1 secara mandiri atau beasiswa dari sumber lain, tetapi sudah harus menjalani pendidikan selama dua semester.

"Pengangkatan guru di tingkat SD ini memang harus diperketat supaya perbaikan mutu guru bisa mulai dilaksanakan," kata Baedhowi.


ELN

Kualitas Guru di Indonesia Masih Minim

Selasa, 21 Oktober 2008 | 18:18 WIB

JAKARTA, SELASA - Hanya sekitar 41,7 persen yakni 1.143.000 guru yang telah mendapat gelar sarjana (S1) dari jumlah total seluruh guru di Indonesia sekitar 2,7 juta guru. Menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Baedhowi, kualitas pendidik ditingkatkan selain dengan program penyetaraan tapi juga melalui seminar dan pelatihan bagi guru.

Salah satunya yakni Kongres Guru Indonesia (KGI) 2008 yang diadakan Sampoerna Foundation Teacher Institute (SF TI) pada 27-28 November nanti. Baedhowi turut hadir dalam acara konferensi pers yang digelar SF TI di Gedung Sampoerna Strategic, Senin (21/10). "Ini merupakan kerja sama antara SF TI dengan Depdiknas untuk meningkatkan jumlah guru yang berkualitas dan standar kualifikasi guru yang diharapkan akan berdampak pada perkembangan performa siswanya," ujar Baedhowi.

Sedangkan menurut Direktur SF TI Kenneth Cook, KGI tahun ini mengundang pembicara dari berbagai kalangan seperti Mendiknas Bambang Sudibyo. "Kami juga undang pengamat dan praktisi pendidikan terkenal dari dalam maupun luar negeri seperti Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, mantan Presiden SEAMEO Ediberto Jesus, anggota BNSP Edy Tri Baskoro, dan masih banyak lagi," jelasnya.

Selain itu, KGI 2008 juga mengundang para kepala sekolah, guru dan dosen Indonesia untuk menjadi pembicara. "Makalah mereka akan diseleksi oleh tim praktisi pendidikan dari SF TI, lebih dari 100 makalah yang masuk akan dipilih 10 makalah yang sesuai tema dan dapat menjadi inspirasi oleh peserta lain," kata Kenneth.

Mengenai biaya pendaftaran peserta KGI sebesar Rp 600 ribu dan akomodasi Rp 550 ribu, Kenneth menjelaskan biaya tersebut sudah sesuai dengan kualitas materi yang akan disampaikan.


MYS

Januari 2009 Gaji Guru Bersertifikat Naik



Senin, 24 November 2008 | 12:35 WIB

MAKASSAR, SENIN- Para guru dan dosen yang telah bersertifikasi, termasuk mereka yang mengabdi di daerah terpencil, akan menikmati kenaikan gaji mulai Januari 2009.

"Guru yang telah mengantongi sertifikasi akan menerima kenaikan gaji satu kali gaji pokok sedangkan dosen menerima dua kali dari besaran gaji pokok," kata Sesmen Menko Kesra Indroyono Susilo, usai bersama Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo membuka seminar reformasi birokrasi di Hotel Sahid Makassar, Senin (24/11).

Indriyono mengatakan, gaji pokok guru saat ini rata-rata Rp2 juta. Maka setelah mereka memiliki sertifikasi akan menerima tambahan penghasilan satu kali gaji pokok menjadi Rp4 juta setiap bulan.Sedangkan, bagi dosen yang telah mengantongi sertifikasi akan menerima tambahan penghasilan dua kali lipat dari yang mereka terima sekarang.

Meski tidak menyebut jumlah guru dan dosen yang telah mengantongi sertifikasi, namun Indriyono menyatakan bahwa langkah yang ditempuh pemerintah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen agar lebih berkulitas.

"Untuk melahirkan anak didik sebagai generasi pelanjut yang handal di masa datang, maka dibutuhkan tenaga pengajar semua jenjang pendidikan yang memiliki kualifikasi terbaik dengan mengantongi sertifikasi," tambah Indriyono.

Sementara itu, Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo mengatakan, peningkatan mutu dan kesejahteraan guru menjadi program prioritas pemerintah Provinsi Sulsel di samping program kesehatan.

Sektor pendidikan telah menjadi prioritas pemerintah daerah bersama bidang kesehatan dengan program pendidikan dan kesehatan gratis. Untuk kesehatan berlaku di semua tempat pelayanan kesehatan dan jenjang pendidikan berlaku dari tingkat dasar hingga pendidikan menengah.


C12-08
Sumber : Ant

Mendiknas Janji Tingkatkan Mutu Pendidik


Imam Prihadiyoko
Selasa, 11 Maret 2008 | 09:51 WIB

Laporan Wartawan Kompas, Imam Prihadiyoko

NUSA DUA, SELASA - Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo mengatakan, saat ini Indonesia sudah mempersiapkan kelembagaan untuk meningkatkan mutu pendidik. Sehingga, diharapkan secara langsung maupun tidak langsung, akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Hal ini disampaikan Bambang dalam pembukaan Pertemuan ketujuh E-9 Ministerial Review Meeting on Teacher Education and Training di Nusa Dua, Bali Selasa (11/3). "Indonesia saat ini mempunyai dirjen peningkatan mutu dan tenaga kependidikan untuk mengelola peningkatan mutu pendidikan nasional," ujarnya.

Pertemuan ini mengangkat tema "Improvement of Teacher Education and Training as a Focus of Educational System Reform. Pertemuan E-9 ini, pertama kali dilakukan tahun 1990 di Bali. Pertemuan ini dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sembilan negara yang berpenduduk terbesar dunia yang menjadi peserta dalam pertemuan ini adalah, Bangladesh, Brazil, China, India, Indonesia, Meksiko, Mesir, Nigeria dan Pakistan.


Imam Prihadiyoko

Calon Guru Harus Ikuti Pendidikan Profesi


Selasa, 25 November 2008 | 15:55 WIB

JAKARTA, SELASA - Para calon guru akan menempuh cara berbeda dengan guru dalam jabatan untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik. Jika guru dalam jabatan menempuh sertifikasi dengan model portofolio, calon guru yang sudah mendapatkan gelar sarjana nantinya harus melamar ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK terpilih untuk mengikuti pendidikan profesi guru.

Hal itu dikemukakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, dalam rapat kerja dengan Panitia Adhoc III Dewan Perwakilan Daerah RI, Selasa (25/11). "Untuk guru mata pelajaran, lamanya pendidikan profesi satu tahun dan bagi guru taman kanak-kanak serta sekolah dasar selama enam bulan," ujar Fasli.

LPTK yang akan memberikan pendidikan profesi nantinya tidak sembarangan melainkan harus memenuhi persyaratan seperti pengalaman di bidang pendidikan, tenaga pengajar dan fasilitas. Menurut Fasli, sebetulnya pemerintah telah memulai pendidikan profesi tersebut pada tahun 2006 dan 2007. Namun, baru sebatas untuk guru prajabatan yang dinilai berprestasi dan melalui seleksi khusus. Kuotanya ditetapkan secara khusus oleh Menteri Pendidikan Nasional. Terdapat 790 guru yang telah terseleksi waktu itu.


Indira Permanasari S

Sertifikasi Guru Perlu Dibenahi


jumat, 9 Januari 2009 | 19:59 WIB


JAKARTA, JUMAT — Pelaksanaan uji sertifikasi bagi guru dalam jabatan perlu segera dibenahi supaya tidak merugikan hak-hak para pendidik. Karena itu, pemerintah perlu memperbaiki kinerja penyelenggaraan uji sertifikasi guru secara efektif dan efisien sehingga sekitar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia bisa menjadi guru profesional pada 2015.

Pembenahan untuk uji sertifikasi guru ini perlu dilakukan mulai dari pemerintah hingga lembaga pendidik dan tenaga kependidikan atau LPTK yang menilai portofolio guru. "Jangan sampai karena kinerja yang lambat, justru guru yang dirugikan. Banyak para guru yang akhirnya tidak mendapat tunjangan sertifikasi satu kali gaji per bulan yang tidak utuh," kata Sulistiyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta Se-Indonesia yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/1).

Menurut Sulistiyo yang juga Rektor IKIP PGRI Semarang, pemerintah harus bisa menyelesaikan uji sertifikasi untuk guru sebelum akhir tahun supaya pada awal tahun berikutnya guru sudah bisa mendapatkan tunjangan profesi karena telah memiliki sertifikat guru profesional seperti yang disyaratkan Undang-undang Guru dan Dosen. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan uji sertifikasi, mulai dari penyerahan portofolio, penilaian, pengumuman, hingga penyerahan sertifikat pendidik sering terlambat dari target waktu yang ditetapkan.

"Perlu juga ditambah lagi LPTK penyelenggara sertifikasi supaya pelaksanaannya berkualitas dan sesuai jadwal. Pemilihan LPTK ini harus yang memenuhi kualifikasi supaya guru profesional yang dihasilkan memang sesuai yang dibutuhkan untuk perbaikan mutu pendidikan saat ini," kata Sulistiyo.

Adapun untuk pendidikan profesi guru yang akan dimulai tahun ini, kata Sulistiyo, pesertanya harus diutamakan dari lulusan LPTK. Hanya untuk guru bidang studi yang memang sulit ditemukan di LPTK saja yang seharusnya dibuka untuk lulusan perguruan tinggi umum. "Ini supaya tidak jadi preseden jika profesi guru hanya untuk mereka yang sulit mencari pekerjaan lain. Profesi guru harus lahir dari orang-orang yang siap menjadi guru berkualitas," jelas Sulistiyo.

Achmad Dasuki, Direktur Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, mengatakan, pembenahan untuk uji sertifikasi guru terus dilakukan. Supaya tidak lagi tersentral di Depdiknas, pelaksanaan sertifikasi diserahkan kepada pemerintah provinsi.


Ester Lince Napitupulu

Menengok Sekolah Berstandar Internasional di Sragen

Rabu, 28 Mei 2008 | 12:16 WIB

Kabupaten Sragen menginjak usianya yang ke-262 tahun tepat tanggal 27 Mei 2008. Dengan usia demikian matang, kabupaten yang memosisikan diri sebagai smart regency ini rajin "menjual" potensi daerahnya. Salah satunya adalah sekolah berstandar internasional yang dirintis sejak dua tahun lalu, yakni di Kecamatan Gemolong dan Kecamatan Karangmalang.

Hingga kini, sudah ada dua angkatan yang bersekolah di jenjang taman kanak-kanak dan sekolah dasar (SD) di dua sekolah berstandar internasional (SBI) itu. Rencananya, mulai tahun ajaran ini di kompleks SBI Gemolong akan dibuka SBI di jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas yang bekerja sama dengan Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (Pasiad). Pasiad bertanggung jawab terhadap pendidikan, bimbingan, kurikulum, dan sistem manajemen sekolah.

"Kami ingin agar generasi muda Sragen mampu bersaing. Bahasa Inggris menjadi kunci pintu gerbang persaingan di era global," ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen Gatot Supadi, Selasa (27/5).

SBI menekankan aspek pembelajaran melalui pengalaman dengan tujuan memberi modal kecakapan hidup (life skill) agar siswa mampu kreatif menghadapi hidupnya di masa depan. Misalnya, siswa diajak pergi melihat pembuatan tahu, menanam pohon, dan melihat pembuatan KTP di kecamatan.

SBI di Sragen memakai Kurikulum Nasional Plus X. "Maksudnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, tetapi ditambah dengan pengembangan sesuai standar internasional," ucap Koordinator TK/SD SBI Kroyo, Karangmalang, K Mudo Triasmoro bersama Kepala SBI Kroyo Marjono.

Suasana SBI Kroyo yang berstatus sekolah negeri tidak jauh berbeda dengan sekolah negeri non-SBI. Hanya saja, siswa SBI boleh dibilang lebih "beruntung" karena menyediakan fasilitas lebih lengkap, antara lain ruang kelas multimedia, perpustakaan dengan koleksi buku berbahasa Inggris, dan ruang musik. (SRI REJEKI)


Rejeki, Sri

Prestasi dan Kreativitas Meningkatkan Mutu Siswa


Prestasi dan Kreativitas Meningkatkan Mutu Siswa
oleh: Dr.Sungkowo M

Kegiatan-kegiatan kesiswaan yang meliputi Olimpiade Sains Nasional (OSN), Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), hingga ke Lomba Debat Bahasa Inggris dan Lomba Penelitian Ilmu Pengetahuan Remaja (LPIR), telah berjalan sesuai dengan program yang dicanangkan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, selama tahun 2008 ini. Semua kegiatan ini merupakan gambaran dari proses peningkatan mutu siswa melalui prestasi dan kreativitas.

OSN, O2SN, dan FLS2N adalah bagian dari kebijakan Departemen Pendidikan Nasional, yaitu kebijakan mengenai peningkatan mutu. Namun peningkatan mutu tidak hanya itu saja, di dalamnya mencakup berbagai macam upaya, yang pertama manajemen sekolah, dan kedua proses pembelajaran di sekolah.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, ada tiga faktor yang perlu ditingkatkan. Antara lain, guru, murid, sarana dan prasarana. Semuanya masuk di dalam renstra (rencana strategis) yang juga menjadi acuan Diknas. Adapun renstra tesebut terdiri dari renstra departemen, yang kemudian dijabarkan menjadi renstra pendidikan dasar dan menengah dan juga renstra direktorat yang sifatnya lebih teknis.

Dalam penjelasannya mengenai renstra tersebut di atas, Dr. Sungkowo M, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Atas menerangkan, bahwa kebijakan Diknas titik beratnya adalah meningkatkan mutu SMA. Tujuanya agar lulusan SMA bisa masuk ke perguruan tinggi. Kegiatan ini jangkauannya luas, sebab mencakup akses dan kesempatan tata kelola. “Kita memiliki visi bahwa hingga tahun 2014, kita upayakan SMA menjadi lembaga yang profesional. Menjadi lembaga yang akuntabel, supaya bisa mendorong sekolah-sekolah menengah atas, menjadi sekolah yang mutunya bertaraf internasional. Kebijakan tersebut diupayakan bisa disosialisasikan ke daerah-daerah,” ujarnya.

Dari kebijakan-kebijakan dan juga misi yang telah dijelaskan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA akhirnya membuat visi yang merupakan strategi untuk mencapai misi yang telah ada. Visi tersebut antara lain, mengupayakan perluasan dan pemerataan untuk memberi pendidikan yang bermutu bagi rakyat Indonesia.

Direktorat Pembinaan SMA akan menjaga agar rasio murid SMA dibandingkan dengan jumlah murid SMK akhir tahun 2014 menjadi 33 : 67 % atau 33 % SMA dan 67% SMK. Rasio SMA diperkecil, tujuannya agar lulusan SMA bisa masuk ke perguruan tinggi. “Sedang yang ingin masuk dunia kerja bisa masuk SMK. Tapi SMK juga harus ditingkatkan mutunya, supaya begitu keluar SMK si siswa sudah siap masuk ke dunia kerja,” papar Sungkowo.

Fasilitasi Potensi Siswa

Di samping itu, Direktorat juga membantu memfasilitasi pengembangan potensi siswa. Pemberian fasilitas potensi siswa ini diberikan secara utuh. Misalnya, memfasilitasi peserta didik untuk SMA. Pemberian fasilitas melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. “Jadi fasilitasinya itu fasiltas proses pembelajaran dan sekaligus meningkatkan mutu pembelajarannya.” Tambahnya.

Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan itu, menurut Sungkowo kembali, berkaitan erat dengan proses pembelajaran berbasis TIK atau ICT. Dalam hal ini, seorang guru menganggap murid bukan obyek, tetapi subyek. Sehingga kedudukan siswa sama, mempunyai kesempatan yang sama, mempunyai kemungkinan untuk berprestasi sama. Jadi, seorang guru hanya fasilitator. “Guru tidak usah khawatir kalau dia kalah dengan muridnya. Karena sekarang sumber belajar sudah banyak, seperti internet. Guru-guru tinggal mendorong dan mengarahkan. Tetapi dia juga mencarikan sumber-sumber pengetahuan. Justru dengan proses pembelajaran berbasis TIK ini, kita tidak perlu banyak bicara, tetapi siswa bisa diberikan pelajaran melalui teknologi tersebut. Melalui teknologi ini, tidak hanya pelajaran fisika, kimia biologi saja, pelajaran agama, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia pun bisa,” jelas Sungkowo kembali.

Meski di daerah tetap diterapkan metodologi pembelajaran yang sudah ada, namun pemakaian teknologi dalam melakukan proses belajar-mengajar tidak harus selalu menggunakan komputer, radio pun sudah merupakan teknologi. Jadi, jelas Sungkowo, teknologi itu bisa ke siapa saja. Fasilitas yang sudah ada memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang. Keinginan masyarakat sekarang ini, sekolah harus menyediakan guru sesuai dengan bidang studinya. “Itu ada di undang-undang lho. Jangan sampai kita tidak memberikan siswa-siswa kesempatan,” katanya.

Manajemen Berbasis Sekolah

Selain mengikuti perkembangan teknologi, penyelenggaraan pendidikan juga perlu memperhatikan faktor manajemen. Dari sudut pandang ini, akhirnya akan mendorong sekolah untuk menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Di sini sekolah memiliki otoritas untuk mengelola manajemennya. Di samping MBS, menurut Sungkowo, Direktorat juga mendorong sekolah mewujudkan peserta didik berkepribadian unggul, memiliki semangat kompetensi dan kompetisi, juga mendorong sekolah untuk bisa meningkatkan atau memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). “Dengan demikian, pada tahun 2014, paling tidak 95% SMA sudah terakreditasi B. Yang bagus adalah A. Tujuannya, supaya sekolah yang berada di pelosok daerah itu sama. Seperti misalnya di ujung Banda Aceh, Kupang, Rote, Papua, sama. Contohnya seperti di Jepang, kualitas pendidikan di daerah-daerah yang ada di negara itu merata. Sekain itu kita juga membuat program yang dibagi tiga. Program-program itu terdiri dari program akses (pemerataan), program peningkatan mutu, dan program peningkatan tata-kelola,” tambah Sungkowo.

Untuk program akses, menurut Direktur SMA, jangan sampai akses untuk siswa SMA yang pandai dalam bidang edukasi, tidak ditampung di sekolah yang hebat. Anak yang hebat itu harus difasilitasi, walaupun mereka miskin. Dalam hal ini Sungkowo memberi contoh, misalnya ada anak miskin di Flores Timur sana, boleh saja ia bersekolah di Jakarta. Paling tidak, Pemda setempat responsif terhadap anak-anak cerdas seperti itu. Tidak hanya Pemda, masyarakat juga harus berperan aktif dan peduli pada mereka. “Kalau hasil ujian anak itu bagus, masak tidak kita fasilitasi,” tambahnya.

Berkaitan dengan fasiltas untuk anak-anak cerdas namun tak mampu tersebut, Diknas memberikan subsidi siswa yang merupakan bantuan khusus murid berupa beasiswa. Beasiswa yang diberikan memang tidak terlalu besar, jumlah nominalnya 65 ribu rupiah per bulan. Menurut Sungkowo, beasiswa tersebut merupakan kepedulian Diknas terhadap siswa miskin untuk membantu mereka.

Begitu pula dari segi sarana sekolah. Diknas memberikan subsidi untuk membangun atau merehab sekolah-sekolah yang membutuhkan. Sekolah tersebut diberikan keleluasaan untuk menggunakan subsidi tersebut. Namun meski demikian, Diknas tetap mengontrol dana yang telah diberikan untuk merehab, apakah dana tersebut dipergunakan sesuai dengan siteplan yang direncanakan. “Kita berikan subsidi kepada sekolah tersebut, tapi kita kontrol jumlah dan tambahan ruang belajarnya,” tukasnya.

Dari segi mutu, Direktorat Pembinaan SMA membuat rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan rintisan Sekolah Standar Nasional (SSN). Yang tak kalah penting, Direktorat juga membuat rintisan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). Melalui PBKL keunggulan di suatu daerah dipertahankan. Misalnya, seperti Tasikmalaya yang terkenal dengan bordirannya. Kerajinan seperti itu harus dijaga, atau Sopeng yang terkenal dengan sutra alamnya dan NTT dengan tenun ikatnya, semua itu dikembangkan agar jangan sampai punah.

Sungkowo juga menjelaskan, untuk ruang-ruang penunjang seperti perpustakaan, lab IPA, komputer, TIK base learning, ICT base learning, uji kompetensi siswa, Bahasa Inggris, dan bantuan operasional manajemen mutu, akan diberikan sertifikasi. Sedangkan dalam tata kelolanya, digunakan manajemen yang transparan.

Mengenai pelaksanaan kegiatan lomba-lomba di bidang keilmuan tahun 2009 tetap terus berjalan sama seperti tahun 2008. Sungkowo berharap, agar kegiatan-kegiatan tersebut kualitasnya dapat lebih ditingkatkan lagi. Seperti OSN, tetap mengacu pada delapan bidang studi, yaitu fisika, kimia, matematika, biologi, komputer, astronomi, kebumian, dan ekonomi. Sedangkan penghargaan untuk siswa yang memperoleh medali, saat ini sudah tersolusi. Mereka akan ditampung di perguruan tinggi yang mereka inginkan termasuk beasiswanya.

Beasiswa Bagi Siswa Miskin SD Diperbanyak

Senin, 15 September 2008 | 19:35 WIB


JAKARTA, SENIN - Pemberian beasiswa bagi siswa miskin di jenjang Sekolah Dasar pada 2009 diperbanyak hingga mencapai 2,2 juta siswa. Peningkatan jumlah penerima beasiswa sekitar tiga kali lipat dari tahun 2008 ini sebagai upaya untuk membuat anak-anak yang rawan putus sekolah karena alasan ekonomi tetap dapat menikmati layanan pendidikan dasar di bangku sekolah.

"Beasiswa ini untuk membantu anak-anak SD dari keluarga miskin supaya tetap bisa bersekolah. Bisa juga siswa yang putus sekolah kembali lagi ke SD," kata Mudjito, Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Departemen Pendidikan Nasional, di Jakarta, Senin (15/9).

Menurut Mudjito, bantuan pemerintah pusat untuk wajib belajar 9 tahun seperti bantuan operasional sekolah (BOS) sebenarnya bisa membuat siswa tidak lagi dipusingkan dengan berbagai pungutan di sekolah. Untuk itu, pemerintah daerah harus mendukung dengan tambahan bantuan operasional dari APBD sehingga sekolah gratis bisa terwujud bagi semua siswa.

Pada 2008, alokasi beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD senilai Rp 360.000/siswa/tahun diberikan kepada 690.000 siswa di seluruh Indonesia. Beasiswa yang dikirimkan lewat pos langsung kepada siswa itu bisa dipakai untuk biaya personal seperti pembelian baju seragam, alat tulis, buku, atau transportasi.

Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada 2009, salah satunya dialokasikan untuk peningkatan beasiswa bagi siswa miskin dari masyarakat umum menjadi 1.796.800 siswa dengan nilai Rp 360.000/siswa/tahun. Selain itu, ada bantuan pendidikan anak PNS golongan I dan II serta Tamtama TNI/POLRI untuk 405.338 siswa sebesar Rp 250.000/siswa/tahun.

Dewi Asih Heryani, Kepala Subdirektorat Kesiswaan Direktorat TK dan SD Depdiknas, menjelaskan beasiswa senilai Rp 748 miliar lebih itu dialokasikan ke semua pemerintah provinsi. Pembagian diprioritaskan untuk anak-anak miskin yang rawan putus sekolah.

Saat ini sebanyak 841.000 siswa SD atau 2,90 persen dari total murid SD/MI sekitar 28,1 juta putus sekolah. Pada akhir 2008 ini ditargetkan tidak ada lagi anak usia SD yang tidak menikmati layanan pendidikan dasar.


ELN

Manajemen Kesiswaan

Selasa, 2009 April 28

MANAJEMEN KESISWAAN

Kata Kunci; siswa, manajer
Abstrak: Siswa merupakan aset, umat dan bangsa, secara prinsipil pembinaannya ditaklifkan pada kedua orang tua, karena sesuatu dan lain hal maka wewenang itu dilimpahkan kepada para pendidik. Lembaga pendidikan (top manager) sebagai pelaku dan pengemban amanah Allah dan umat dituntut memberikan proses terbaik hingga mengeluarkan (out put) yang dapat memenuhi kebutuhan tripusat pendidikan.

I. Pendahuluan
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam mengelola sekolah. Ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap berlangsungnya proses pembelajaran di suatu sekolah. Seorang kepala sekolah dituntut untuk mampu memberiakan ide-ide cemerlang, memprakarsai pemikiran yang baru di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan maupun penyesuaian tujuan, sasaran dari suatu program pembelajaran. Sebagai pemimpin seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat menjadi seorang inovator. Oleh sebab itulah kualitas kepemimpinan kepala sekolah sangat signifikan sebagai kunci keberhasilan bagi proses pembelajaran yang berlangsung di suatu sekolah.
Ada beberapa elemen penyelenggaraan pendidikan yang harus selalu dibina oleh kepala sekolah yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo yang terangkum dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik yang meliputi program pengajaran, sumber daya manusia, sumber daya yang bersifat fisik dan hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat.[1] Inilah elemen penyelenggaraan pendidikan yang harus selalu mendapatkan perhatian dari kepala sekolah demi tercapainya tujuan suatu lembaga pendidikan.
Di antara unsur sumber daya manusia yang harus diberdayakan oleh seorang kepala sekolah adalah kelompok siswa. Untuk meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah, kepala sekolah dituntut untuk mau dan mampu melakukan upaya pengembangan pengelolaan sekolah seperti dengan melakukan manajemen kesiswaan. Agar pengelolaan kesiswaan berhasil dengan baik, seorang kepala sekolah harus menyusun serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan manajemen kesiswaan. Inilah fokus pembahasan makalah singkat ini yang ingin membahas tentang manajemen kesiswaan dan hal-hal yang berhubungan dengannya.

II. Pengertian Manajemen Kesiswaan
Ungkapan manajemen kesiswaan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan kesiswaan. Penulis tidak lagi mendiskripsikan pengertian manajemen dalam makalah ini mengingat pada makalah sebelumnya yang berjudul manajemen personalia telah dibahas secara terperinci dan jelas pengertian manajemen. Sementara itu yang dimaksud dengan kesiswaan ialah segala sesuatu yang menyangkut dengan peserta didik atau yang lebih populer dengan istilah siswa.[2]
Dengan demikian manjemen kesiswaan memiliki pengertian suatu proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa di suatu sekolahmulai dari perencanaan, penerimaan siswa, pembinaan yang dilakukan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa menyelesaikan pendidikannya di sekolah melalui penciptaan suasana pembelajaran yang kondusif dan konstruktif terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar atau pembelajaran yang efektif.[3] Dengan kata lain manajemen kesiswaan merupakan keseluruhan proses penyelenggaraan usaha kerjasama dalam bidang kesiswaan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah.
Adapun manajemen kesiswaan itu sendiri memiliki tujuan mengatur kegiatan-kegiatan dalam bidang kesiswaan agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di suatu sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan teratur sedemikian rupa sehingga apa yang menjadi tujuan utama dari suatu program pembelajaran di sekolah dapat tercapai secara optimal.

III. Tanggung Jawab Kepala Sekolah dalam Manajemen Kesiswaan
Tanggung jawab kepala sekolah secara garis besar yang berhubungan dengan manajemen kesiswaan adalah memberikan layanan kepada siswa dengan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien. Adapun kegiatan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam manajemen kesiswaan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu kegiatan penerimaan siswa, pembinaan siswa dan pemantapan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa melalui program di sekolah.
Penerimaan siswa merupakan proses pendataan dan pelayanan kepada siswa yang baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh sekolah tersebut. Kegiatan ini mewarnai kesibukan sekolah menjelang tahun ajaran baru, dimana kepala sekolah perlu membentuk semacam kepanitiaan yang dijadikan sebagai penerima siswa baru. Dalam hal ini kepala sekolah dapat berpedoman pada pedoman penerimaan siswa baru yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Kegiatan selanjutnya setelah penerimaan siswa baru adalah pendataan siswa.
Data ini sangat diperlukan untuk melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan jika siswa menemui kesulitan dalam belajar, memberi pertimbangan terhadap prestasi belajar siswa, memberikan saran kepada orang tua tentang prestasi belajar siswa, pindah sekolah dan lain sebagainya.[4] Selain hal tersebut di atas ada beberapa kegiatan yang lain yang harus dilakukan ketika penerimaan siswa baru yaitu meliputi; penetapan daya tampung sekolah, penetapan syarat-syarat bagi calon siswa untuk dapat diterima di sekolah yang bersangkutan dan pembentukan panitia penerimaan siswa baru.[5]
Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen kesiswaan ialah pembinaan siswa. Pembinaan siswa adalah pembinaan layanan kepada siswa baik didalam maupun di luar jam pelajarannya di kelas. Dalam pembinaan siswa dilaksanakan dengan menciptakan kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajar mereka. Dalam hal ini langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah adalah memberikan orientasi kepada siswa baru, mengatur dan mencatat kehadiran siswa, mencatat prestasi dan kegiatan yang diraih daan dilakukan oleh siswa dan mengatur disiplin siswa selaku peserta didik di sekolah.
Di samping itu seorang kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan pemantapan program siswa. Hal ini berkaitan dengan selesainya belajar siwa. Apabila siswa telah selesai dan telah menamatkan studinya, lulus semua mata pelajaran dengan memuaskan, maka siswa berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari kepala sekolah. Untuk mencapai dan melaksanakan tugas-tugas tersebut, seorang kepala sekolah selaku pengelola sekolah harus melakukan hal-hal berikut ini yaitu meliputi pengelolaan perencanaan kesiswaan, mengadakan pembinaan dan pengembangan kegiatan siswa serta mengevaluasi kegiatan ekstra kurikuler.
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sehubungan dengan perencanaan kesiswaan meliputi sensus sekolah, yaitu berupa pendataan anak-anak usia sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah. Hal ini akan mempengaruhi penetapan persyaratan penerimaan siswa baru, disamping sensus sekolah juga penting dilaksanakan untuk menentukan daya tampung sekolah. Selain sensus sekolah, kepala sekolah juga harus menentukan jumlah siswa yang akan diterima, penerimaan siswa, pengelompokan, kenaikan kelas, mutasi siswa, kemajuan belajar siswa, pencatatan siswa dan registrasi serta pelaporan hasil belajar.
Pada bidang pembinaan dan pengembangan kesiswaan tugas seorang kepala sekolah ialah menciptakan kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajarnya. Pembinaan kesiswaan merupakan pemberian layanan kepada siswa baik di dalam maupun di luar jaam belajar mereka. Dalam melakukan pembinaan dan pengembangan siswa, kepala sekolah harus senantiasa memperhatikan hak dan kewajiban siswa, seperti; mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan mereka, hak untuk memperoleh penddikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, hak untuk mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan dan sebagainya. Selain hak-hak tersebut, siswa juga memiliki kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali siswa yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, menghormati tenaga pendidikan dan siswa juga berkewajiban untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan kesiswaan meliputi pemberian orientasi kepada mahasiswa baru, pengaturan dan pencatatan kehadiran siswa. Kegiatan ini merupakan kegiatan dan tugas yang sangat esensial dalam pengelolaan kesiswaan, karena kehadiran siswa merupakan syarat untuk memperoleh ilmu pengetahuan daan mendapatkan pengalaman belajar. Ada beberapa alat yang digunakan untuk mencatat kehadiran siswa seperti, papan absensi harian siswa per kelas dan per sekolah, buku absensi harian siswa dan rekapitulasi absensi siswa.
Hal lain yang juga dapat dilakukan untuk pembinaan kesiswaan ialah mencatat prestasi dan kegiatan siswa berupa daftar siswa di kelas, grafik prestasi belajar dan daftar kegiatan siswa. Di samping itu juga dapat dilakukan pengaturan disiplin siswa di sekolah, karena disiplin merupakan suatu keadaan dimana sikap, penampilan dan tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolahdaan di kelas dimana mereka berada.
Dalam kerangka peningkatan disiplin, siswa dapat mengupayakan dan berusaha untuk melakukan hal-hal berikut seperti; hadir di sekolah 10 menit sebelum pelajaran dimulai, mengikuti semua kegiatan belajar mengajar dengan aktif, mengerjakan tugas dengan baik, mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang dipilihnya, memiliki kelengkapan belajar, mematuhi tata tertib sekolah, tidak meninggalkan sekolah tanpa izin dan lain-lain yang dapat meningkatkan disiplin siswa.[6]
Di samping itu, dapat juga dilakukan hal-hal lain dalam rangka pembinaan kesiswaan seperti pengaturan tata tertib sekolah karena tata tertib merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melatih siswa agar dapat mempraktikkan disiplin; pemberian promosi dan mutasi seperti dengan adanya kenaikan kelas yang merupakan perpindahan dari satu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah melalui persyaratan tertentu yang telah dibuat dan norma tertentu juga yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sementara mutasi merupakan perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lainnya karena alasan tertentu. Mutasi harus dilakukan dengan prosedur tertentu dan mekanisme tertentu pula serta harus dicatat pada dua sekolah, sekolah asal dan sekolah yang dituju.
Kegiatan selanjutnya yang juga dapat dilakukan dalam rangka pembinaan kesiswaan adalah pengelompokan siswa. Kegiatan pengelompokan siswa merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan setelah seorang siswa dinyatakan lulus dan boleh mengikuti program pembelajaran di sekolah tertentu. Kegiatan pengelompokan ini dimaksudkan agar tujan yang telah ditetapkan dalam proses pembelajaran dapat tercapai secara optimal dengan efektif dan efisien. Wujud dari kegiatan pengelompokan ini ialah pembagian siswa kedalam kelas-kelas maupun kelompok belajar tertentu dengan alasan dan pertimbangan tertentu seperti tingkat prestasi yang dicapai sebelumnya dan lain sebagainya.
Selain pengembangan dan pembinaan siswa yang ditinjau dari segi kokurikuler juga ada kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan kokurikuler bertujuan agar siswa lebih mendalami dan menghayati bahan yang dipelajari dalam kegiatan intra kurikuler. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan baik secara perorangan maupun secara kelompok, dalam bentuk pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas lain yang menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran dengan tatap muka.
Sementara itu kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran, baik itu dilakukan di sekolah maupun diluar sekolah namum masih dalam ruang lingkup tanggung jawab kepala sekolah. Kegiatan ekstra kurikuler ini bertujuan untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan siswa mendorong pembinaan nilai dan sikap mereka demi untuk mengembangkan minat dan bakat siswa. Siswa dalam hal ini dapat memilih kegiatan ekstra kurikuler yang mana yang ia minati yang sesuai dengan kecenderungan jiwa mereka. Kegiatan ekstra kurikuler ini mengutamakan pada kegiatan kelompok.
Ada beberapa hal yang perlu dan harus diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan ekstra kurikuler seperti; meningkatkan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilam siswa, mendorong bakat dan minat mereka, menentukan waktu, obyek kekuatan sesuai dengan kondisi lingkungan. Selain itu kegiatan ekstra kurikuler dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti; kepramukaan, usaha kesehatan sekolah, patroli keamanan sekolah, peringatan hari-hari besar agama dan nasional, pengenalan alam sekitarnya, oleh raga dan lain sebagainya.
Apabila manajemen kesiswaan kita hadapkan pada konteks sekarang, maka kesiapan siswa dalam menghadapi tantangan-tantangan kontemporer tentu jauh lebih berat bila dibandingkan dengan era yang dihadapi oleh siswa pada dasa warsa sebelumnya. Siswa dihadapkan pada tantangan global yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan teknologi yang mengitarinya.
Mengutip pernyataan Suyanto dan Djihad Hisyam dalam bukunya Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, abad ke 21 menyodorkan lingkungan sosial yang sangat berbeda dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan teknologi pada abad sebelumnya. Padahal lingkungan yang mengelilingi anak-anak kita tersebut akan sangat dominan pengaruhnya terhadp pembentukan prilaku, kepribadian maupun moralitas.[7] Dalam kerangka pendidikan anak-anak, kita perlu mengantisipasi berbagai persoalan yang mungkin dihadapi oleh mereka dalam menyongsong milenium ke 3 ini.
Untuk membahas jalan keluar dari permasalahan tersebut, maka dalam manajemen kesiswaan perlu adanya usaha untuk meminimalisir gejala-gejala tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mencoba untuk mensiasati perkembangan siswa saat ini karena siswa merupakan bagian terbesar dari generasi muda yang akan menjadi penerus perjuangan dan cita-cita bangsa. Untuk mensiasati perkembangan siswa tersebut, diperlukan metode dan strategi yang perlu dipahami dan diterapkan dalam proses manajemen pendidikan.
Pembinaan kesiswaan mempunyai nilai yang strategis, di samping sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sumber daya manusia masa depan, sasarannya adalah anak usia 6-18 tahun, suatu tingkat perkembangan usia anak, dimana secara psikis dan fisik anak sedang mengalami pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agresifitas yang tinggi dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.[8]
Guna mengantisipasi kompleksitas permasalah tersebut diperlukan pembinaan anak usia sekolah dengan profesional yang di dalamnya mengandung berbagai nilai, seperti peningkatan mutu gizi, perilaku kehidupan beragama dan perilaku terpuji, penanaman rasa cinta tanah air, disiplin dan kemandirian, peningkatan daya cipta, daya analisis, prakarsa dan daya kreasi, penumbuhan kesadaran akan hidup bermasyarakat, serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga diharapkan anak nantinya akan menjadi sosok yang siap dan tahan banting menghadapi kompleksitas tantangan perkembangan zaman yang semakin pesat.
Sebagai akhir dari pembahasan ini penulis ingin mengungkapkan sebuah teks hadith yang intinya memberikan gambaran betapa urgennya membina anak, mengarahkannya sesuai dengan kemauan pendidik, sebab jika tidak tentu anak tersebut akan menjadi manusia yang lepas kendali- untuk tidak mengatakan buas- yang berbunyi
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أوينصرانه أو يمجسانه (رواه البخارى) [9]
Artinya: “Dari Abu Hurairah (ra) Rasulullah SAW bersabda: “tidak seorang anak pun yang baru lahir kecuali dia bersih, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan Majusi.”(HR.Bukhari).
Hadith di atas memberikan gambaran betapa anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, tinggal orang tuanyalah sebagai pendidiknya yang akan menjadikannya Yahudi, Majusi ataupun Nasrani. Maka jelaslah bahwa manajemen kesiswaan memegang pernan penting dalam menciptakan generasi masa depan yang berbudaya dan berilmu pengetahuan serta berbasis keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Pencipta.

IV. Penutup
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa manajemen kesiwaan merupakan suatu proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa. Ia merupakan bagian dari tugas dari kepala sekolah yang secara garis besar memberikan layanan bagi siswa. Ia menjadi sangat urgen karena keberhasilannya akan menentukan baik buruknya generasi yang akan memegang tongkat estafet perjuangan bangsa di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka


Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, Cet. I, Jakarta, Rineka Cipta, 1996.
DEPDAGRI RI DITJEN Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dan Dep. Pdan K DITJEN Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta, 1996.
Djauzak Ahmad, Petunjuk Penignkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1993
Frans Mataheru, Managemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Penddikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, (Bandung: Dahlan, tt
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Cet. III, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1996
Soerjani, Manajemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996
Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, Cet. I, Cet. I, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2000
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999
[1] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 22204.
[2] Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, Cet. I, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), hal. 9.
[3] Frans Mataheru, Managemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Penddikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996, hal.1.
[4] DEPDAGRI RI DITJEN Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dan Dep. Pdan K DITJEN Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta, 1996), hal. 19-20.
[5] Soerjani, Manajemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996, hal. 2.
[6] Lihat, Djauzak Ahmad, Petunjuk Penignkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1993).
[7] Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, Cet. I, Cet. I, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2000), hal.55.
[8] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Cet. III, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 49-80.
[9] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, (Bandung: Dahlan, tt), hal. 458.

Selasa, 26 Mei 2009

Disesalkan Penurunan Anggaran Pendidikan RAPBD DIY 2008

Artikel Terkait:

Minggu, 24 Februari 2008 | 19:19 WIB

YOGYAKARTA, MINGGU - Turunnya alokasi anggaran sektor pendidikan dalam Rancangan APBD DIY 2008 seperti yang diusulkan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta sangat disesalkan. Hal itu akan berakibat masyarakat terpaksa harus lebih berat menangggung beban biaya pendidikan.

"Perlu diingat model pembiayaan bidang pendidikan itu sharing antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Jika anggaran pendidikan dalam APBN 2008 di luar gaji guru turun dan di tingkat daerah anggaran pendidikannya juga turun, maka masyarakat akan semakin berat memikul beban biaya pendidikan," ujar M Afnan Hadikusumo, anggota Komisi D DPRD DIY, Minggu (24/2) malam di Yogyakarta.

Afnan menyatakan, DPRD DIY akan berupaya menambah alokasi anggaran di sektor pendidikan setidaknya sama dengan tahun lalu. Namun, hal itu masih akan melihat hasil dari efisiensi anggaran di panitia anggaran DPRD DIY.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD DIY, Cholid Mahmud menyatakan, pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga masyarakat, untuk itu diperlukan perhatian yang besar dan serius yang tercermin dari besarnya alokasi anggaran untuk bidang pendidikan. "Namun, kenyataanya yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah Provinsi DIY telah menurunkan alokasi anggaran bidang pendidikan dari Rp 101,6 miliar tahun 2007 menjadi hanya Rp 97,4 miliar tahun 2008. Berarti mengalami penurunan 4,07 persen," paparnya.

Anggaran pendidikan ini setara dengan 6,68 persen dari APBD DIY 2008 atau 9,51 persen dari belanja APBD DIY 2008 setelah dikurangi hibah dari pusat. Diungkapkan Cholid, untuk anggaran bidang pendidikan, ada kecenderungan selalu menurun dibandingkan 2 tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 12 persen, tahun 2007 9,41 persen.

"Pada jawaban Gubernur terhadap pemandangan umum FPKS tahun 2006 menyatakan bahwa anggaran pendidikan akan naik secara bertahap sehingga mencapai 20 persen sebagaimana amanat UUD," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dalam pidato rapat paripurna di DPRD DIY pekan lalu menyatakan, Pemprov DIY masih tetap punya komitmen bahwa dana untuk sektor pendidikan akan terus dinaikkan sesuai dengan program yang sudah disusun sehingga akan mencapai angka 20 persen pada tahun 2009.

"Namun, karena keterbatasan dana yang tersedia dan banyaknya prioritas di bidang lain pada tahun anggaran 2008 ini, maka anggaran di bidang pendidikan akan ditambahkan pada anggaran perubahan tahun 2008," ujarnya.


RWN

Unpad, PTN Paling Diminati/


BANDUNG, SELASA - Universitas Padjadjaran menempatkan diri sebagai perguruan tinggi negeri yang paling diminati di dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2008. Sebanyak 50.586 peminat bersaing memperebutkan 4.000 kursi yang ada di Unpad.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Ganjar Kurnia di dalam sambutannya menerima mahasiswa baru tahun ajaran 2008/2009, S elasa (19/8). "Bahkan, untuk peminat dari luar negeri, Unpad juga menempati posisi yang teratas di Indonesia," tuturnya. Minat dimaksud khususnya terjadi di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Sastra yang telah merintis kelas internasional.

Untuk mendorong kualitas penyelenggaraan pendidikan, diperlukan peningkatan pembiayaan operasional. Ini yang mendasari penyesuaian sumbangan biaya pendidikan di Unpad bagi mahasiswa baru. "Sumbangan biaya pendidikan yang Anda (mahasiswa baru) bayar baru lah sebesar Rp 2 juta per semester atau Rp 4 juta per tahun. Padahal, menurut Dirjen Dikri, agar terlaksananya dengan baik pendidikan tinggi di Indonesia, diperlukan biaya minimum Rp 30 juta per tahun per mahasiswa," tutur Ganjar. Saat ini, jika dihitung termasuk dana pemerintah, Unpad baru memenuhi 50 60 persen angka ideal (30 juta) itu.

Terkait penyesuaian biaya pendidikan ini, pada saat sama, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Unpad berunjuk rasa di depan kampus Unpad di Dipati Ukur. Mereka mendesak Rektor Unpad mengkaji ulang kebijakan penyesuaian biaya itu. Sebab, dikhawatirkan akan menyulitkan mahasiswa baru yang kurang mampu untuk kuliah di Unpad.

Di FISIP saja, berdasarkan laporan dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiwa) ada 5 calon mahasiswa baru yang tidak sanggup bayar dan mengajukan keringanan. "Di Sastra, ada 13 orang," tutur Apri Nugroho, salah seorang pengunjuk rasa. Ia meminta rektorat menjamin mahasiswa yang kesulitan biaya tetap memiliki kesempatan yang sama untuk kuliah.

Mengangsur

Koordinator Humas Unpad Weny Widyowati mengatakan, mahasiswa baru yang tidak sanggup membayar tunai, diber i keringanan dengan mengangsurnya. Kebijakan ini dijalankan masing-masing fakultas. Ganjar sendiri menegaskan, mahasiswa yang kurang mampu bisa mendapat keringanan pembayaran BPP (biaya pengembangan pendidikan). "Tiap tahunnya, mencapai 1.000 1.500 ditambah penyediaan beasiswa lainnya," ucap Ganjar.

Mengomentari penyesuaian BPP di Unpad, yaitu menjadi Rp 2 juta per semester, Irfan Baehaqi (18), salah seorang mahasiswa baru, mengatakan, perlu transpransi tentang pengelolaan dananya. Ia mengaku, sebagai salah satu kampus negeri, dana BPP ini cukup besar. Meski, relatif lebih murah ketimbang swasta. Satu hal yang disesalinya, yaitu soal penyeragaman BPP. Kurang adil kalau diseragamkan. "Kedokteran misalnya, kan wajar menerapkan biaya lebih mahal. Sementara, yang tidak ada praktikumnya lebih murah. Bukankah lebih baik disesuaikan kebutuhan masing-masing (fakultas)?" gugatnya

.


Yulvianus Harjono

Mereka Anak Cerdas dari Biak

Kamis, 23 April 2009 | 07:56 WIB

BIAK, KOMPAS.com - Sebelas siswa SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Biak Numfor, sejak Oktober 2008 mengikuti pengemblengan program pendidikan matrikulasi pakar Matematika Prof Yohanes Surya di Karawachi Tanggerang, Banten.

Penanggung jawab Olimpiade Sains Dinas Pendidikan Biak, Komaruddin S.Pd di Biak, Kamis, mengakui, 11 siswa asli Biak yang dibina Prof Yohanes Surya akan disertakan sebagai peserta lomba Olimpiade Sains tingkat provinsi Papua.

"Sebelas siswa yang digembleng Prof Surya di Tanggerang itu akan menjadi duta Olimpiade Sains mewakili Biak," tutur Komaruddin.

Ia menyebutkan, 11 siswa yang dibiayai pemerintah kabupaten Biak tersebut terdiri atas satu siswa SD Negeri 2, Ridge Inggrid Rumbiak, kemudian Insorakis Rahmawati Swabra (SMP 1), Rose Mirino (SMA 1), serta Febri Rumere (SMA1) untuk mata pelajaran Kimia.

Sedangkan tujuh siswa asli Biak asal SMA 1 lainnya, menurut Komaruddin, yang merupakan siswa terbaik sejak Januari 2009 diberikan bantuan pembiayaan dari Dinas Pendidikan untuk mengikuti program pengembelengan Prof Surya.

"Untuk 7 siswa SMA 1 Biak saat ini sedang mengikuti ujian nasional. Jika mereka lulus akan disiapkan menempuh pendidikan tinggi dalam dan luar negeri," kata Komaruddin menambahkan.

Dia berharap, para siswa yang digembleng Pakar Matematika Prof Yohanes Surya itu dapat berdampak bagi peningkatan mutu kualitas pendidikan di daerah ini.

"Pemkab Biak melalui Dinas Pendidikan sangat serius meningkatkan mutu kualitas pendidikan, sehingga berdampak juga pada sumber daya manusia Papua ke depan," ujarnya.


ABI
Sumber : Ant

Pendidikan Dasar Tidak Boleh Dipungut Biaya

BANDUNG, SELASA - Pembiayaan investasi, personalia, dan operasional di sekolah tingkat wajib belajar pendidikan dasar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Dilarang ada pungutan di jenjang sekolah dasar dan menegah pertama yang diselenggarakan pemerintah.

Hal ini diatur tegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang dikeluarkan pertengahan bulan lalu. PP yang menjadi bagian dari upaya standardisasi pendidikan nasional ini mengatur rinci tentang mekanisme biaya pendidikan, pengelolaan dan tanggung jawabnya.

Menurut Ketua I Forum Aspirasi Guru Independen Indonesia Ahmad Taufan, PP ini memberi konsekuensi ke depan, yaitu tidak adanya lagi kewajiban masyarakat untuk ikut menanggung biaya pendidikan di tingkat wajar dikdas. "Kalau di Bandung, ya yang dibebaskan itu tingkat SD-SMP karena masih memakai wajar dikdas 9 tahun. Di Jakarta, bisa sampai 12 tahun," tuturnya.

Pengecualiannya, jika sekolah itu merupakan bagian dari program rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI). Di sekolah-sekolah negeri bestatus Rancangan SBI ini masih dimungkinkan memungut biaya dari masyarakat untuk mendorong kualitas sekolah. "Ke depan, tidak ada lagi istilah iuran SPP di sekolah dasar dan SMP," ucapnya.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 49 PP 48/2008, masyarakat tidaklah dilarang memberikan sumbangan yang tidak mengikat kepada sekolah. Namun, syaratnya, sekolah diwajibkan mempertanggungjawabkan dana secara transaparan dan diaudit oleh akuntan publik. Lalu, wajib diumumkan ke media cetak berskala nasional.

Pungutan itu, ucapnya, terutama untuk alokasi peningkatan kesejehtaraan guru di sekolah. Sebanyak 70 persen dana masyarakat terserap untuk ini (kesejahtaraan guru), tutur guru SDN Merdeka V Kota Bandung ini. Jika pemerintah tidaklah meningkatkan kesejehteraan guru secara bertahap, ia pesimis, pungutan masih akan berlangsung. Kita ketahui, tunjangan profesi itu kan tidak diterima setiap guru. "Tunjangan fungsional yang jelas-jelas diterima seluruh guru, masih suka telat diterima. Sudah setahun ini telat," ujar Taufan.

Menurut Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan, dua PP yang baru saja keluar, yaitu PP 48/2008 ditambah PP 47/2008 tentang Wajib Belajar itu sedikit banyak bakal makin menyulitkan praktik pungutan biaya sekolah dari masyarakat. Rapat penentuan APBS yang berlangung di SD-SMP di minggu-minggu ini bakal alot, prediksinya.

Diturunkan ke Perda

Di Kota Bandung, setidaknya dimulai tahun 2009, kedua PP ini akan diterapkan secara konsekuen. Sebab, kedua PP ini ikut dijadikan referensi aturan dalam penggarapan draf Rancangan Peraturan Daerah Pendidikan di Kota Bandung. Menurut Arif Ramdhani, Sekretaris Pansus Draf Raperda Pendidikan di DPRD Kota Bandung, molornya rencana jadwal pengesahan Raperda Pendidikan ini salah satunya akibat meny esuaikan kedua PP ini.

Ke depan, sesuai PP ini, sekolah di tingkat wajib belajar dikdas tidak boleh lagi dipungut biaya, tuturnya. Ketentuan ini akan menyempurnakan program sekolah gratis yang dijalankan Pemerintah Kota Bandung. Termasuk, mendorong pemen uhan anggaran 20 persen pendidikan, khususnya dari APBD Kota Bandung. Ini sesuai ketentuan Pasal 81 PP 48/2008. Nota APBD dianggap inkonstitusional jika tidak memenuhinya.


Yulvianus Harjono

Hampir 18.900 Anak Kaltim Tak Lulus SMP


Kamis, 10 April 2008 | 18:42 WIB

SAMARINDA, KAMIS - Hampir 18. 900 anak Kalimantan Timur tak tamat Sekolah Menengah Pertama. Penyebabnya, yang di pedalaman tak ada sekolah, ada yang dilarang orangtua, atau tak melanjutkan pendidikan karena menjadi warga baru.

Kepala Subbidang Kesiswaan SMP dan SMA Dinas Pendidikan Kalimantan Timur, Asli Nuryadin, mengatakan itu di Samarinda, Kamis (10/4). Di Kaltim ada 179.900 penduduk usia 13-15 tahun. Yang tamat SMP 160.800 orang.

Dengan demikian, angka partisipasi kasar Kaltim 89,25 persen yang di bawah nasional 92,2 persen, kata Asli. Kedua nya jauh dari target nasional yang 95 persen.

Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan daerah melaksanakan program agar kian banyak anak yang lulus SMP . Misalnya, membangun kelas dan sekolah baru, membuka SMP terbuka, mendirikan SD-SMP satu atap, dan memberi beasiswa.

Kami merasa ada program yang tak optimal, kata Asli. Kerjasama pemerintah terkadang tak padu sebab berbeda pandangan mengatasi masalah. Dana perangsang dari pemerintah pusat tak selalu didukung oleh daerah.

Selain diadang masalah tadi, menurut Asli, Kaltim kekurangan guru. Di provinsi ini ada 43.500 guru SD-SMA dengan jumlah siswa 659.500 orang. Kira-kira 14.000 guru tak sarjana bahkan tak bersertifikat sehingga tak memenuhi syarat atau kompeten mengajar.

Pendidikan Gratis dan Beasiswa bagi 1.000 Mahasiswa

Selasa, 21 Oktober 2008 | 19:49 WIB

MAKASSAR, SELASA - Sesuai amanat konstitusi, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan merancang alokasi anggaran pendidikan tahun 2009 sebesar 20 persen dari Rp 2,2 triliun total APBD tahun 2009. Penyediaan dana sekitar Rp 440 miliar tersebut sama sekali tidak akan menganggu alokasi angaran sektor lain, sebab dari tahun 2007 lalu saja masih tersedia sisa APBD yang tak terpakai sebesar Rp 208 miliar.

Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Sulsel, H Jufri Rahman, Selasa (21/10), menyebutkan, dengan dana sebesar itu, maka tak hanya pendidikan dasar (SD-SMP) yang terlayani secara gratis. Bahkan, bisa dirintis pembebasan biaya bagi siswa SLTA, sembari memprogramkan beasisswa bagi 1.000 mahasiswa program sarjana, serta 100 mahasiwa program doktor yang memperdalam bidang ilmu yang sesuai dengan potensi sumber daya alam Sulsel.

"Pendidikan gratis di Sulsel diestimasikan hanya butuh biaya Rp 275 miliar. Kalau yang ada saja sudah berlebih, mengapa harus mengorbankan sektor lain?" ujar Jufri.

Hitungan tersebut, menurut Jufri, belum termasuk sinergi antara tanggung jawab pemerintah provinsi Sulsel dengan 23 pemerintah kabupaten/kota di daerah ini. Selama ini, untuk mewujudkan pendidikan dasar gratis, telah ada kesepakatan pembiayaan dengan patokan 40 persen dari pemerintah provinsi sulsel, dan 60 persen dari 23 pemerintah kabupaten /kota.


Nar

2.302 Siswa Akan Ikuti UN dan UASBN di Magelang



.
Jumat, 27 Februari 2009 | 18:56 WIB
Laporan wartawan Regina Rukmorini

mAGELANG, JUMAT — Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) di Kabupaten Magelang akan diikuti oleh 42.302 siswa. UASBN akan diikuti oleh 20.006 siswa SD, sedangkan peserta UN terdiri dari 15.188 siswa SMP, dan 7.108 siswa SMA.

Ketua Panitia UN dan UASBN Kabupaten Magelang Haryono mengatakan, UN dan UASBN dijadwalkan berlangsung pada April dan Mei 2009. Selain jumlah peserta, Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang saat ini juga sudah mendata kebutuhan ruangan. UASBN nantinya akan dilaksanakan memakai 1.382 ruangan, UN bagi SMP akan dilaksanakan di 861 ruangan, sedangkan untuk SMA, di 410 ruangan.

Mendekati tanggal pelaksanaan, Haryono mengatakan, pihaknya juga sudah mengimbau para kepala sekolah untuk segera mengadakan pelajaran tambahan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian.

"Dalam pemantauan kami di lapangan, sebagian besar sekolah ternyata juga sudah mulai memberikan pelajaran tambahan sejak Januari lalu," terangnya, Jumat (27/2).

Di tingkat SD dan SMP, berbagai kegiatan persiapan menghadapi ujian di sekolah dapat dibiayai dari dana biaya operasional sekolah (BOS). Namun, hal serupa tidak dapat dilakukan di SMA dan SMK.

Karena memang tidak mendapat kucuran dana BOS, maka SMA dan SMK dapat menarik biaya tambahan dari orangtua murid untuk membiayai kegiatan persiapan ujian. "Namun, agar tidak memberatkan, maka nominal besaran iuran tersebut harus dibicarakan dan disepakati oleh para wali murid terlebih dahulu," paparnya.

Tahun ini, UN akan terasa lebih berat karena standar kompetensi lulusan (SKL) bagi siswa SMP dan SMA meningkat dibanding tahun 2008. Jika sebelumnya ditetapkan nilai rata-rata dari mata pelajaran yang diujikan 5,00 maka pada tahun ini menjadi 5,50. Tahun ini, nilai dua minimal untuk dua mata pelajaran adalah 4,00 dan nilai minimal untuk mata pelajaran yang lainnya, 4,25.

Khusus untuk SD, SKL ditetapkan oleh masing-masing sekolah sendiri. Dalam hal ini, sekolah harus patuh pada komitmennya sendiri. "Jika ada siswa yang meraih nilai di bawah standar, mereka pun harus berani untuk tidak meluluskannya," ujarnya.

Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan SMA Negeri 1 Kota Magelang Tatak Setyono mengatakan, saat ini, siswa-siswi kelas tiga di masing-masing kelas sudah membuat kelompok belajar sendiri-sendiri. Dalam kelompok itu, mereka bebas memutuskan untuk mempelajari mata pelajaran apa yang paling tidak dikuasai dan juga dapat memilih guru pendamping yang diinginkan.

"Kelompok belajar siswa tersebut akan belajar bersama gurunya pada jam-jam tertentu yang mereka sepakati bersama di luar jam pelajaran di sekolah," ujarnya.

Pencarian dana BOS telat

Minggu, 6 Juli 2008 | 19:44 WIB

JAKARTA, MINGGU - Pencairan dana bantuan operasional sekolah atau BOS periode triwulan Juli - September belum juga diterima sekolah-sekolah. Akibatnya, sekolah kebingungan mencari dana, padahal dana itu dibutuhkan untuk proses pendaftaran siswa baru.

Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, di Jakarta, Minggu (6/7) malam, mengatakan pencairan dana BOS terlambat karena menunggu revisi dari Departemen Keuangan terkait tidak adanya pemotongan dana BOS sebagai langkah pemerintah dalam penghematan anggaran akibat naiknya BBM. Pencairan dana BOS untuk triwulan Juli - September 2008 terlambat sekitar seminggu dari jadwal biasa, namun mulai pekan ini pemerintah provinsi sudah bisa mengurus pengajuan pencairan dana BOS.

"Dalam pembahasan Depdiknas dengan DPR, dana BOS disetujui untuk tidak dipotong. Sebelumnya ada usulan untuk dipotong sebagai langkah penghematan pemerintah untuk mengantisipasi naiknya BBM. Karena tidak jadi, Departemen Keuangan harus merevisi DIPA jika dana BOS triwulan ketiga ini tidak ada pemotongan. Terlambatnya karena menunggu revisi itu saja. Dana BOS itu tetap ada, jadi sekolah tidak perlu khawatir," kata Suyanto.

Menurut Suyanto, masih banyak pemerintah daerah hanya mengandalkan dana BOS dari pemerintah pusat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah-sekolah di daerah mereka. Akibatnya, sekolah-sekolah menjerit jika kucuran BOS terlambat dicairkan karena sekolah tidak punya dana cadangan dari pemerintah daerah.

"Masyarakat di daerah perlu kritis juga terhadap kampanye pendidikan gratis yang dilakukan calon gubernur, walikota, atau bupati di daerahnya. Sebab, kampanye pendidikan gratis itu sering hanya mengandalkan dana BOS, tanpa ada tambahan dana lagi dari anggaran daerah. Padahal dana BOS itu saat ini baru cukup untuk sepertiga dari biaya operasional sekolah yang ideal," kata Suyanto.

Dana BOS yang diberikan untuk siswa SD dan SMP itu antara lain untuk membiayai kegiatan belajar dan mengajar di sekolah sehingga tidak ada lagi pembayaran iuran bulanan, pendaftaran siswa baru, buku, dan honor guru sukarelawan.


Ester Lince Napitupulu

Pemerintah Evaluasi Daerah dengan UN Rendah

JAKARTA, JUMAT - Pemerintah akan mengevaluasi sekolah dan daerah yang memiliki nilai ujian nasional terendah. Selain itu, pemerintah juga memberikan perhatian yang lebih dan kucuran dana yang cukup besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang tertinggal dalam capaian standar ujian nasional.

Demikian disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo di Jakarta, Jumat (20/6). ”Alokasi anggaran dari pemerintah dan juga bantuan dari pihak lain akan diberikan lebih besar untuk daerah yang capaian ujian nasionalnya masih rendah. Harapannya untuk bisa meningkatkan mutu pendidikan di daerah tersebut,” kata Bambang.

Dari hasil ujian nasional (UN), Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah ketidaklulusan UN tingkat SMP dan SMA tertinggi di tingkat nasional. Untuk ketidaklulusan UN SMP mencapai 53,64 persen dan tingkat SMA mencapai 32,79 persen.

Bambang mengatakan pemerintah memanfaatkan hasil UN sebagai pemetaan untuk melihat kondisi pendidikan di setiap daerah. "Seperti daerah Nusa Tenggara Timur mendapat perhatian khusus dengan berbagai macam upaya dan usaha untuk menggenjot nilai kualitas dan kuantitas UN di daerah tersebut," katanya.

Secara terpisah, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Djaali, mengatakan BSNP sudah menyerahkan laporan mengenai hasil UN siswa SMP dan SMA tahun ini kepada Mendiknas. Pemerintah diharapkan memiliki kebijakan yang baik untuk memenuhi delapan standar nasional pendidikan yang sudah digariskan BSNP.

”Kami minta pemerintah jangan hanya mengedepankan standar penilaian. Standar nasional pendidikan lainnya, mulai sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, kompetensi lulusan, isi, proses, dan pengelolaan, pembiayaan pendidikan juga harus dicapai. Pencapaian tujuh standar lainnya kan untuk mendukung standar penilaian pendidikan juga,” kata Djaali.


ELN

Jangan Percaya Bocoran UN


Selasa, 22 April 2008 | 06:47 WIB

JAKARTA, SELASA-Para siswa kelas 3 SMA dan sederajat diimbau tidak percaya atas adanya bocoran kunci jawaban ujian nasional (UN) yang digelar, Selasa (22/4) hingga Kamis (24/4). Jika ada pihak-pihak yang menawarkan kunci jawaban, dipastikan itu palsu.

"Siswa harus percaya diri dan jangan terprovokasi. Jangan percaya kalau ada yang mengatakan soal UN bocor, seolah-olah ada kunci jawaban, tapi ternyata malah salah semua," ujar Kepala Dinas Pendidikan. Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta, Margani di Jakarta, Senin (21/4).

Kata Margani, siswa tidak boleh curang, termasuk mencontek. Kalau siswa mencontek, tentu akan merugikan dia sendiri. Isu kebocoran soal UN, Senin kemarin memang sempat mengemuka. Namun, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) meyakinkan, hingga kemarin petang soal UN tidak bocor sama sekali.

"Laporan yang diterima auditor kami, ada bundelan soal beredar di masyarakat yang diduga soal UN 2008. Kami langsung menindaklanjuti ke BSNP dan Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, ternyata bukan soal UN 2008," kata Marhusa Panjaitan, Inspektur III Inspektorat Jenderal Depdiknas.

Sementara Burhanuddin Tola, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, mengatakan pihaknya sudah memeriksa bundelan soal UN yang ditemukan di masyarakat. Ternyata soal tersebut bukan soal UN asli yang dicetak pemerintah untuk UN SMA tahun ini. "Saya pastikan bundelan soal yang dilaporkan itu soal UN tahun-tahun sebelumnya. Saya imbau, orangtua dan siswa jangan tergiur dengan iming-iming bocoran soal dan kunci jawaban.
Percaya saja kepada diri sendiri supaya berhasil dalam UN nanti," kata Burhanuddin.

Peserta

Sebanyak 123.000 siswa SMA/SMK dan sederajat di DKI Jakarta mengikuti UN. Mereka harus mendapat nilai rata-rata minimal 5,25 agar bisa lulus atau salah satu nilai ujian mendapat angka 4,00 dan mata ujian lainnya minimal 6,00. Jika siswa tidak lulus, mereka harus mengulang pelajaran di sekolah atau mengikuti UN Pendidikan Kesetaraan Paket C. "UN ini ujian utama, sehingga siswa harus lulus. Kalau nilai siswa tidak memenuhi syarat, harus mengulang selama setahun," kata Wakil Kepala SMKN 38, Tanahabang, Mimin, Senin.

Mimin mengingatkan para siswa agar tidak terjebak dengan isu yang tidak bertanggung jawab. "Jangan percaya dengan bocoran jawaban yang dikirim melalui pesan singkat (short message service; SMS). Itu bohong, jangan mencelakakan diri dan mencelakakan sekolah. Sudah belajar tiga tahun harus percaya diri," katanya.

Hal serupa dikatakan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 2, Jakarta Pusat, Hariyono. Dia mengatakan, siswa sudah disiapkan mengikuti UN dan dilatih mental untuk percaya diri. "Jangan percaya isu-isu menyesatkan, " katanya.

Di SMAN 2 juga ada siswa dari sekolah lain menumpang UN, yaitu SMA Bala Keselamatan. "Numpang UN, karena sekolahnya belum diakreditasi pemerintah," kata Kepala SMAN 2, Sukardo.

Dijaga 24 jam

Pendistribusian soal UN untuk SMA/SMK dan sederajat di DKI, Senin kemarin, berlangsung aman dan lancar. Setiap pengiriman soal dikawal petugas kepolisian, tim pemantau independen (TPI) dari perguruan tinggi, dan panitia rayon. Pada rayon 09 di SMAN 70, Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, soal UN diterima pukul 07.00. Pengiriman soal dari percetakan di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur dilakukan PT Pos Indonesia.

Kepala SMAN 70, Pono Fadlullah, mengatakan, pada rayon 09, soal UN akan diambil oleh 28 sekolah dengan jumlah siswa 4.325 orang. "Kita pilah-pilah untuk sekolah-sekolah di Kecamatan Kebayoran Baru dan Kecamatan Cilandak," ujarnya. Setiap sekolah akan dijaga selama 24 jam oleh dua polisi, dibantu tiga petugas satpam sekolah.

Pada hari pertama UN, Selasa ini, Gubernur DKI Fauzi Bowo akan memantau ke tiga sekolah di Jakarta Timur, yaitu SMKN 58 di Bambuapus, Madrasah Aliyah Negeri 2, dan SMAN 39 di Cijantung. Penyelenggaraan UN dibiayai pemerintah pusat sebesar Rp 16.000/siswa. (Warta Kota/Tan, Sab)

Anggaran Pendidikan Naik, Utang Naik


Jumat, 15 Agustus 2008 | 15:45 WIB

JAKARTA, JUMAT - Kenaikan anggaran pendidikan menjadi 20 persen ternyata seiring dengan meningkatnya defisit anggaran 2009. Dapat diasumsikan, ambisi pemerintah memenuhi konstitusi tersebut dipenuhi dengan cara berutang. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi XI dari Fraksi PAN Dradjad Wibowo usai keterangan pers sejumlah partai menanggapi pidato kenegaraan presiden di Jakarta, Jumat (15/8).

Menurut Dradjad, persetujuan pemerintah terhadap kenaikan anggaran pendidikan sebesar Rp 46,1 triliun ternyata diikuti kenaikan defisit anggaran mencapai Rp 99,6 triliun atau 1.9 persen dari Produk Domestik Bruto. Sementara itu, dalam nota keuangannya, SBY mengatakan defisit anggaran rencananya akan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sekitar Rp 110,7 triliun dan pembiayaan luar negeri neto minus Rp 11,1 triliun.

"Kenaikan defisit itu tidak lepas adanya keinginan untuk memenuhi APBN pendidkan 20 persen. Jadi, defisit ini akan dibiayai melalui SUN. Saya rasa SUN nanti realisasinya bisa nanti Rp 140-150 triliun," ujar Dradjad.

Sementara itu, Ketua Panitia Anggaran Emir Moeis mengakui bahwa peningkatan 46.1 triliun dalam anggaran pendidikan belum dibicarakan secara khusus oleh pemerintah kepada DPR. "Hanya lewat SMS dari Menkeu," ujar Emir.

Emir mengharapkan jikalau peningkatan anggaran pun disetujui, pembiayaannya bukan dilakukan dengan menambah utang, namun dengan mengoptimalkan pos-pos penerimaan yang lain. "Jadi, jangan adalah perasaan semacam gapang ngutang," tandas Emir.


LIN

10 Siswi Keracunan Gas Fogging


senin, 14 April 2008 | 17:58 WIB

BANTUL, SENIN - Penyemprotan atau fogging nyamuk Aeges Aegypty di Madrasah Tsanawiyah Negeri Wonokromo, Pleret Bantul, Senin (14 /4) menyebabkan 10 siswi sekolah tersebut keracunan. Setelah menghirup gas semprotan, kesepuluh siswi tersebut langsung muntah-muntah dan sembilan diantaranya tidak sadarkan diri.

Mengetahui 10 siswinya keracunan, pihak sekolah langsung menghubungi Puskesmas Pleret. "Semua siswa yang keracunan langsung kami angkut dengan ambulans. Sembilan diantaranya harus dirawat di puskesmas karena kondisinya masih lemah," sementara satu siswa sudah diperbolehkan pulang, kata Kepala Puskesmas Pleret dr Fauzan.

Menurut Fauzan, para korban langsung diberi infus dan bantuan pernafasan dengan oksigen. "Dari hasil pemeriksaan kami, mereka memang keracunan dengan gejala pusing, sesak nafas, muntah-muntah, dan muka kelihatan pucat. Untuk sementara mereka belum perlu dirujuk ke rumah sakit, " katanya.

Buchori Marzuki, bagian kesiswaan MTsN Wonokromo menuturkan, keputusan untuk melakukan fogging karena tidak jauh dari sekolah ditemukan dua kasus demam berdarah (DB). MTsN Wonokromo memiliki 15 ruang kelas dengan total murid 547 orang. "Kedua pasien DB tersebut saat ini masih diopname. Kami takut kasus DB merembet ke sekolah sehingga kami pun minta petugas kesehatan melakukan fogging di sekolah, " katanya.

Saat penyemprotan, lanjut Buchori pihaknya sudah menginstruksikan para siswa untuk keluar dari ruang kelas. Tetapi karena lingkungan di luar kelas juga di-fogging, para siswa pun kesulitan mencari tempat. Penyemprotan berlangsung pukul 08.00. "Hanya sekitar 15 menit kemudian sejumlah siswa pun muntah-muntah dan pingsan, " katanya.

Indah, salah seorang siswi yang menjadi korban keracunan mengatakan, ia sudah berusaha menghindar dari gas fogging. Namun karena banyak angin, gas pun mudah menyebar. "Tiba-tiba kepala saya pusing dan rasanya mual. Tidak lama kemudian saya pingsan dan tiba-tiba sudah sampai di puskesmas," katanya.

Siti Aisyiah, orangtua Indah mengaku kaget ketika pihak sekolah memberitahukan bahwa anaknya pingsan dan tengah dirawat di puskesmas.


ENY

Biaya Pendidikan Tidak Transparan

Senin, 30 Juni 2008 | 19:41 WIB

JAKARTA, SENIN - Besarnya biaya pendidikan yang ditanggung siswa baru, terutama di sekolah negeri, tidak transparan dari awal penerimaan siswa baru. Akibatnya, orangtua siswa baru tidak punya posisi tawar soal pembiayaan pendidikan yang ditetapkan sekolah dan komite sekolah dengan tujuan untuk peningkatan kualitas pendidikan.

Ade Irawan, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch, di Jakarta, Senin (30/6), mengatakan dalam penerimaan siswa baru, posisi orang tua atau masyarakat menjadi tidak berdaya di hadapan sekolah.

”Setiap tahun, biaya pendaftaran sekolah terus saja menjadi persoalan. Ini karena pemerintah melakukan pembiaran dengan tidak sungguh-sungguh menanggung anggaran pendidikan berkualitas di sekolah-sekolah. Masyarakat bisa menuntut tanggung jawab pemerintah karena pendidikan berkualitas menjadi eksklusif untuk mereka yang mampu membayar saja,” kata Ade.

Meskipun sudah diterima dalam pendaftaran siswa baru, sejumlah orangtua siswa di Jakarta dan sekitarnya belum juga mendapat informasi yang jelas mengenai besarnya biaya pendidikan yang dibebankan sekolah kepada siswa. Gambaran besarnya biaya pendidikan yang mesti disiapkan siswa baru tersebut justru didapat dari informasi orang tua siswa pada tahun sebelumnya.


ELN

Masuk Pukul 6.30, Siswa dan Guru Keberatan Bangun Lebih Pagi

Senin, 24 November 2008 | 17:46 WIB

JAKARTA, SENIN - Sejumlah siswa, staf pengajar dan orang tua siswa mengaku keberatan dengan kebijakan baru Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memajukan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB. Bimo Wahyu Prakoso, salah seorang siswa SMU 6 Jakarta Selatan yang ditemui Senin (24/11) mengungkapkan, pemberlakuan jam masuk lebih awal hanya akan mengakibatkan banyak siswa yang telat masuk sekolah.

"Kalau di sini (SMUN 6 Jakarta) itu ada yang namanya telat pulang. Jadi bila siswa telat, maka dia akan dipulangkan oleh bagian keamanan sekolah dan kesiswaan. Mereka dipulangkan dan tercatat ijin," katanya.

Ia menuturkan, saat sekolah masih masuk pukul 07.00 WIB ini saja, masih banyak siswa yang telat datang ke sekolah, apalagi nanti saat jam sekolah harus dimulai lebih awal setengah jam dari biasanya. "Bisa jadi bila peraturan tersebut akan diberlakukan banyak siswa yang akan telat, dan tidak akan masuk sekolah," lanjut siswa kelas III jurusan IPA 1 ini.

Hal senada diungkapkan oleh Nastassya Dean, yang masih satu sekolahan dengan Bimo. Menurutnya, usulan Pemprov harusnya tidak diterapkan kepada siswa saja. "Mestinya bila ingin mengurangi kemacetan di Jakarta itu, jumlah kendaraan saja yang dibatasi. Bukannya sekolah yang harus diberlakukan masuk lebih pagi," katanya.

Dengan pembatasan kendaraan, lanjut Tassya, maka tingkat kemacetan akan dapat ditekan. "Karena menurut saya letak kemacetan itu dikarenakan banyaknya kendaraan yang ada di jalanan di Jakarta. Sekarang saja saya berangkat dari rumah jam setengah enam pagi. Kalau jam sekolah maju setengah jam, saya harus berangkat jam lima pagi dong dari rumah," terangnya.

Senada dengan keberatan para murid, Hamid, guru sejarah yang mengajar di SMU Negeri 6 Jakarta, juga mengaku keberatan dengan kebijakan baru ini. "Biasanya saya berangkat dari rumah di Pamulang, Tangerang pukul 05.30 WIB, dan baru sampai di sekolah pukul 10.00 WIB. Bila nanti jam pelajaran lebih awal, berarti saya juga harus berangkat lebih pagi donk. Dan terus terang saya keberatan dengan itu," ujar Hamid.

Selain itu, bila peraturan tersebut jadi dilaksanakan pada awal Januari 2009 juga disayangkan oleh Hamid. "Peraturan tersebut harusnya dimulai saat tahun ajaran baru, bukan tahun baru. Jadi sebaiknya dilaksanakan pada pertengahan 2009, saat semua siswa dan aktifitas pendidikan mengawali musim belajar mengajar, supaya penyesuaian jadi lebih mudah," sambungnya.

Sementara itu, seorang wali murid mengungkapkan, kebijakan perubahan jam masuk sekolah tidak akan efektif. "Saya rasa memasukkan siswa pukul 06.30 itu kurang tepat, karena kemacetan di Jakarta sudah ada sejak pagi hari. Pukul 06.00 WIB saja jalanan di Palmerah Barat sudah macet, jadi apakah peraturan ini nantinya bakal efektif menekan kemacetan," ungkap Gunawan Cahyono yang anaknya sekolah di SMP Negeri 16 Jakarta.


C11 08

Masuk Pukul 6.30, Siswa dan Guru Keberatan Bangun Lebih Pagi


Senin, 24 November 2008 | 17:46 WIB

JAKARTA, SENIN - Sejumlah siswa, staf pengajar dan orang tua siswa mengaku keberatan dengan kebijakan baru Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memajukan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB. Bimo Wahyu Prakoso, salah seorang siswa SMU 6 Jakarta Selatan yang ditemui Senin (24/11) mengungkapkan, pemberlakuan jam masuk lebih awal hanya akan mengakibatkan banyak siswa yang telat masuk sekolah.

"Kalau di sini (SMUN 6 Jakarta) itu ada yang namanya telat pulang. Jadi bila siswa telat, maka dia akan dipulangkan oleh bagian keamanan sekolah dan kesiswaan. Mereka dipulangkan dan tercatat ijin," katanya.

Ia menuturkan, saat sekolah masih masuk pukul 07.00 WIB ini saja, masih banyak siswa yang telat datang ke sekolah, apalagi nanti saat jam sekolah harus dimulai lebih awal setengah jam dari biasanya. "Bisa jadi bila peraturan tersebut akan diberlakukan banyak siswa yang akan telat, dan tidak akan masuk sekolah," lanjut siswa kelas III jurusan IPA 1 ini.

Hal senada diungkapkan oleh Nastassya Dean, yang masih satu sekolahan dengan Bimo. Menurutnya, usulan Pemprov harusnya tidak diterapkan kepada siswa saja. "Mestinya bila ingin mengurangi kemacetan di Jakarta itu, jumlah kendaraan saja yang dibatasi. Bukannya sekolah yang harus diberlakukan masuk lebih pagi," katanya.

Dengan pembatasan kendaraan, lanjut Tassya, maka tingkat kemacetan akan dapat ditekan. "Karena menurut saya letak kemacetan itu dikarenakan banyaknya kendaraan yang ada di jalanan di Jakarta. Sekarang saja saya berangkat dari rumah jam setengah enam pagi. Kalau jam sekolah maju setengah jam, saya harus berangkat jam lima pagi dong dari rumah," terangnya.

Senada dengan keberatan para murid, Hamid, guru sejarah yang mengajar di SMU Negeri 6 Jakarta, juga mengaku keberatan dengan kebijakan baru ini. "Biasanya saya berangkat dari rumah di Pamulang, Tangerang pukul 05.30 WIB, dan baru sampai di sekolah pukul 10.00 WIB. Bila nanti jam pelajaran lebih awal, berarti saya juga harus berangkat lebih pagi donk. Dan terus terang saya keberatan dengan itu," ujar Hamid.

Selain itu, bila peraturan tersebut jadi dilaksanakan pada awal Januari 2009 juga disayangkan oleh Hamid. "Peraturan tersebut harusnya dimulai saat tahun ajaran baru, bukan tahun baru. Jadi sebaiknya dilaksanakan pada pertengahan 2009, saat semua siswa dan aktifitas pendidikan mengawali musim belajar mengajar, supaya penyesuaian jadi lebih mudah," sambungnya.

Sementara itu, seorang wali murid mengungkapkan, kebijakan perubahan jam masuk sekolah tidak akan efektif. "Saya rasa memasukkan siswa pukul 06.30 itu kurang tepat, karena kemacetan di Jakarta sudah ada sejak pagi hari. Pukul 06.00 WIB saja jalanan di Palmerah Barat sudah macet, jadi apakah peraturan ini nantinya bakal efektif menekan kemacetan," ungkap Gunawan Cahyono yang anaknya sekolah di SMP Negeri 16 Jakarta.


C11 08

Siapkan UN, Alumni Ikut Turun Tangan


Selasa, 15 April 2008 | 18:06 WIB

JAKARTA, SELASA - Biaya tinggi Bimbingan Belajar (Bimbel) yang ditawarkan berbagai pengelola Bimbel, sebenarnya ada alternatifnya. Sejumlah sekolah, seperti SMA 8 dan SMA 68 Jakarta telah melakukan sinergi dengan para alumni untuk memberikan les kepada adik-adik angkatan mereka. Para alumni SMA 8 terkenal dengan program Bimbingan Tes Alumni (BTA) nya.

Sementara, Forum Alumni SMA 68 baru memulai aktivitasnya pada tahun ini. "Alasannya satu, karena kita ingin ikut berperan untuk semakin meningkatkan prestasi sekolah, khususnya adik-adik yang akan menghadapi ujian," kata Ana, salah satu pengajar yang ditemui usai membimbing adik angkatannya di SMA 68, Jakarta, Selasa (15/4).

Ana adalah lulusan SMA 68 tahun 2004, yang telah menyelesaikan pendidikan tingginya di jurusan Farmasi UI. Untuk itu, hingga saat ini para alumni telah melakukan pendalaman materi sebanyak 30 orang. Sistem bimbingannya dilakukan secara bergantian di 7 kelas XII. "Di rolling aja, misalnya kelas yang satu hari ini Bahasa Inggris, kelas yang lain Kimia. Begitu seterusnya, bergantian," lanjutnya.

Soal kelanjutan kiprah para alumni ini di masa depan, Ana dan teman-temannya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Sementara itu, Wakasek Bidang Kesiswaan SMA 68, Sipana menyatakan pihak sekolah sangat menghargai perhatian mantan anak didiknya itu.

"Makanya, sekarang kita memajukan jam bimbingannya di jam pelajaran terakhir. Program ini juga tidak hanya untuk anak 68 saja, tapi diluar 68 juga bisa ikut," kata Sipana. Setiap siswa yang mengikuti bimbel alumni ini dikenakan biaya Rp300 ribu untuk bimbingan sejak awal tahun ajaran hingga menjelang SPMB.


ING