Senin, 16 Maret 2009


BERITA
► PEMILU LEGISLATIF 9 APRIL 2009: Pilih partai atau tokoh yang sudah Anda kenal dan/atau Anda yakni akan berpihak kepada kepentingan rakyat, bangsa dan negara (berazas Pancasila) ► Selamat datang di situs gudang pengalaman ► Thank you for visiting the experience site ► TOKOHINDONESIA DOTCOM ► Biografi Jurnalistik ► The Excellent Biography ► Database Tokoh Indonesia terlengkap yang tengah dikembangkan menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia online ► Anda seorang tokoh? Sudahkah Anda punya "rumah pribadi" di Plasa Web Tokoh Indonesia? ► Silakan kirimkan biografi Anda ke Redaksi Tokoh Indonesia ► Dapatkan Majalah Tokoh Indonesia di Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Gunung Mulia, Drug Store Hotel-Office & Mall dan Agen-Agen atau Bagian Sirkulasi Rp.14.000 Luar Jabotabek Rp.15.000 atau Berlangganan Rp.160.0000 (12 Edisi) ► Segenap Crew Tokoh Indonesia Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Kepada Para Tokoh Indonesia yang berulang tahun hari ini. Semoga Selalu Sukses dan Panjang Umur ►

Tajuk KOMPAS

Sejarah Pertama Itu Akan Terus Diabadikan


Jakarta 276/2005: SELAMA ini jika kita berbicara tentang Orde Baru, maka yang selalu menonjol adalah sisi buruknya. Padahal, sebenarnya banyak pelajaran yang bisa kita petik dan kita jadikan pengalaman dalam segala macam aspeknya. Dari sanalah kita bisa memilah mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.

Dari sisi manajemen, pembelajaran yang bisa dipetik dari sana sungguh tidak terkira nilainya. Pengalaman Orde Baru bisa dijadikan pelajaran bagi banyak perusahaan dalam mengelola bisnis mereka.

Apa pelajaran berharga itu? Pembangunan itu tidak terjadi begitu saja, apalagi sekali jadi. Dimulai dari tahapan membangun dari bawah, bahkan dari puing-puing. Dengan arah pembangunan yang jelas dan kemudian semua potensi juga dikerahkan ke sana, maka setahap demi setahap pembangunan itu kemudian mulai bisa dirasakan.

Begitulah yang terjadi pula dengan pembangunan Indonesia. Pada masa 25 tahun pertama Orde Baru, pembangunan difokuskan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang pertanian.

Keberhasilan pada 25 tahun pertama itu membawa Indonesia masuk ke dalam kategori ”Keajaiban Asia”. Indonesia menjadi salah satu macan Asia yang pantas diperhitungkan. Itulah yang memunculkan cita-cita untuk meletakkan periode pembangunan 25 tahun kedua, yang diharapkan membawa Indonesia memasuki tinggal landas menjadi negara industri.

SALAHKAH cita-cita itu? Tentu saja tidak. Setiap bangsa harus memiliki cita-cita, memiliki visi yang jauh ke depan agar kemudian bisa dipergunakan seluruh warga bangsanya sebagai pegangan untuk melangkah ke depan.

Hanya saja, Presiden Soeharto kurang saksama menerapkan prinsip manajemen untuk menopang kebijakannya. Prinsip manajemen yang diterapkan pada paruh 25 tahun pertama ternyata tidak cocok, bahkan tidak bisa diterapkan lagi untuk paruh 25 tahun kedua. Dan perubahan dan penyesuaian itu terlambat ia lakukan.

Dalam ilmu manajemen dikenal yang namanya Kurva Sigmoid. Dengan kurva itu digambarkan bahwa pergerakan dari sebuah kemajuan itu selalu dari bawah menuju suatu puncak tertentu dan kemudian akan menurun.

Memang tidak pernah bisa dihitung secara matematis kapan puncak itu akan tercapai dan kemudian penurunan itu akan terjadi. Namun, hal itu sangat bisa dirasakan oleh mereka yang berada dalam tampuk pimpinan. Antara lain hal itu bisa dilihat dari produktivitas yang mulai menurun atau pertambahan biaya produksi yang jauh lebih tinggi dari penerimaan yang bisa dihasilkan.

Bagi mereka yang mengharapkan organisasinya tetap hidup, maka ketika keadaan itu terjadi, yang harus dilakukan adalah melakukan transformasi. Transformasi itu harus dilakukan pada saat organisasi berada di puncak, ketika organisasi berada dalam kondisi sehat. Sebab, kalau terlambat, maka yang terjadi bukanlah transformasi, tetapi upaya keluar dari krisis. Dan ketika itu terjadi, keadaan sudah terlambat untuk bisa diselamatkan.

SETELAH peristiwa itu berlalu tujuh tahun lalu, kita bisa menilai bahwa Presiden Soeharto bukan tidak menyadari mengenai perlunya perubahan. Namun, ketika kesadaran itu muncul, keadaannya sudah terlambat.

Pada tahun 1998 itu memang kita sudah masuk ke dalam pusaran krisis. Krisis keuangan yang sejak tahun 1997 melanda kawasan Asia Timur tanpa ampun menyeret kita ke dalam krisis.

Apalagi secara bersama terjadi pula krisis sosial. Setelah insiden penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998, keadaan di Indonesia kacau-balau. Anarkisme merebak hampir di seluruh kota di Indonesia.

Ketika Presiden Soeharto mencoba mengundang tokoh reformasi untuk melakukan perubahan pada tanggal 19 Mei, keadaan sudah tidak tertahankan lagi. Pada tanggal 21 Mei 1998 kita tahu bersama, Presiden Soeharto akhirnya meletakkan jabatan dan menyerahkan tampuk kekuasaan yang dipegangnya selama 32 tahun kepada BJ Habibie.

APA maksud dari semua uraian itu? Kompas pun tidak mau ketinggalan untuk ikut mengambil pengalaman besar yang dialami bangsa ini. Secara sengaja melakukan refleksi diri dan kemudian berusaha sebisa mungkin untuk mencegah jangan sampai krisis itu menimpa organisasi ini.

Kebetulan momen untuk melakukan itu ada di depan mata, yakni Kompas pada tanggal 28 Juni 2005 besok akan memperingati hari ulang tahunnya yang ke-40. Melalui persiapan sepanjang satu tahun, akhirnya perubahan itu diputuskan untuk dilakukan.

Perubahan itu sepenuhnya ditujukan untuk kepentingan para pembaca. Kompas ingin memberikan kemudahan kepada komunitas pembacanya dalam mendapatkan informasi yang mencerdaskan dan mencerahkan.

Cita-cita yang diemban surat kabar ini sejak pertama kali terbit pada tahun 1965 memang tidak pernah berubah. Kompas ingin menjadi Indonesia kecil yang menyebarkan pemikiran yang inklusif serta menempatkan manusia dan kemanusiaan pada posisinya yang paling tinggi.

SEPANJANG 40 tahun perjalanannya, hal itulah yang selalu dilakukan dan melandasi cara bekerja dari setiap wartawan Kompas. Tentu harus juga dikatakan bahwa pekerjaan itu tidaklah seluruhnya sempurna, tanpa ada cacat. Bagaimanapun harus disadari bahwa kita bukanlah malaikat, we are no angel. Oleh karena itu tetap ada ruang bagi terjadinya kesalahan.

Namun, kesalahan yang kadang terjadi itu tidak mengurangi upaya untuk mencapai cita-cita besar, yakni memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Sumbangsih dalam bentuk penyebaran informasi dan pemikiran sepenuhnya ditujukan untuk membangun sebuah Indonesia yang demokratis, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, menegakkan hukum secara adil, dan bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga.

Setelah hampir selama 40 tahun hadir tanpa berhenti, Kompas dengan format korannya yang lama hari ini memasuki masa pengabdiannya yang terakhir. Selanjutnya Kompas akan hadir menemui para pembacanya dengan formatnya yang baru.

Lepas dari segala kekurangannya yang kadang masih ada, sejarah pertama telah coba untuk digoreskan. Kompas telah mencoba memberikan hal terbaik yang dimiliki untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Komitmen itu tentunya tidak akan pernah berubah. Hal itu pulalah yang akan diusung oleh para pengasuh Kompas dalam memasuki masa pengabdian 40 tahunnya yang kedua. ►e-ti

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar