Senin, 16 Maret 2009

Pembelajaran Masih Bersifat Pemenjaraan Tidak Hargai Ide Kreatif Siswa


YOGYAKARTA, KOMPAS - Praktik pembelajaran di sekolah masih merupakan "praktik pemenjaraan" bagi peserta didik. Ini karena sekolah terlalu mengondisikan kegiatan pembelajaran dengan norma perilaku tertentu yang bersifat represif, menekan, dan evaluatif.

"Pendidikan pun menjadi sekadar mengajarkan peserta didik dengan pengetahuan konvensional dan menanamkan nilai atau moral pada peserta didik tanpa ada keteladanan. Secara umum, guru enggan mendorong siswa untuk mandiri, terlalu memaksakan ide dan kehendak, kurang menghargai ide-ide kreatif siswa," papar Dr Wahid Munawar, pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dalam seminar bertema "Pengembangan Profesi Guru Berbasis Moral dan Kultur", Kamis (11/5), di Universitas Negeri Yogyakarta.

Disampaikannya, praktik pendidikan yang represif telah menyimpang dari prinsip hakiki pendidikan, yaitu perhatian pada martabat manusia, karena dengan pendidikan diharapkan akan dihasilkan pribadi yang beradab, berbudaya, damai, dan antikekerasan. "Jadi, pendidikan haruslah berbasis hati nurani. Artinya, guru haruslah individu yang memiliki integritas moral tinggi, karena guru harus menjadi role model bagi anak didik dan masyarakatnya," katanya.

Menurut Wahid, lembaga tenaga kependidikan sebagai penghasil calon guru perlu mengembangkan pendidikan afeksi guna menghasilkan calon guru yang humanis. Pendidikan afeksi berdasarkan humanis, lanjutnya, adalah proses pengembangan seluruh sisi afektif meliputi pendidikan sikap, etika kepercayaan, perasaan, estetika, seni, kemanusiaan, moral dan nilai. "Hasil belajar afeksi tidak dapat dicapai dengan metode ceramah saja," ucapnya.

Dr Anik Ghufron, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, mengemukakan peran guru sebagai fasilitator dan motivator seperti tertulis dalam Undang-undang Guru dan Dosen harus benar-benar bisa diterapkan. Ini untuk membantu dan memudahkan peserta didik dalam belajar. "Guru tidak merupakan satu-satunya sumber belajar, melainkan berperan sebagai salah satu sumber belajar," tuturnya.

Dikatakan, dalam melaksanakan perannya, guru harus mengetahui dan mampu menerapkan teknologi belajar, yakni teori dan desain praktik, pengembangan, manajemen, serta evaluasi proses dan sumber daya pembelajaran. "Teknologi pembelajaran sangat penting bagi pengembangan mutu pendidikan, namun sayangnya tidak semua guru memahami apa teknologi pembelajaran itu," ujarnya. (RWN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar