Senin, 16 Maret 2009

TUTUTAN KOMPETENSI DASAR ERA MENDATANG


Pena Pendidikan, April 2007

Mudjito AK

Mungkin tidak sedikit masyarakat yang terperanjat, bahwa setengah pernyataan Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono yang merasa obtimis bahwa negara kita mampu merima perdikat lima besar kekuatan ekonomi dunia pada 2030, bersama china, amerika serikat, uni eropa, dan india. Diperkirakan, saat itu pendapatan perkapita Indonesia mencapai 18 dolar AS per tahun. Selain itu sekitar 30 perusahaan domestik yang juga masuk dalam 500 perusahasan papan atas dunia.

Presiden menegaskan, Indonesia akan mampu menjadi negara maju dan sejahtera. Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, produktif, meiliki daya saing, serta mampu mengelola seluruh kekayaan alam dan sember daya lainnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

”Saya punya keyakinan, 100 tahun kedepan kita bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan dalam Pembukaan UUD 1945. Mengapa kita perlu yakin? Kalau lihat lintasan perjalanan sejarah kita, itu memmungkinkan. Jika kita ingin merekonstruksikan masa depan kita 100 tahun ke depan, mari kita liha perjalanan bangsa 100 tahun ke belakang. Dengan demikian, kita paham perjalan panjang sejarah untuk memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam mewujudkan cita-cita” ujarnya, seperti dikutip Kompas edisi 23 maret 2007 lalu.

Pernyataan Presiden RI itu dikemukakan dalam acara peluncuran kerangka dasar Visi Indonesia 2030 yang dipaparkan oleh Yayasan Indonesia Forum istana negara, 22 Maret lalu. Yayasan ini diketuai oleh Chaerul Tanjung, pengusaha muda pemilik Trans TV dan Trans 7 yang kini tengah berkibar.

Chaerul Tanjung mengungkapkan, Visi Indonesia 2030 itu bisa tercapai dengan asumsi jika pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 persen, laju inflasi 4,94 persen, dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12 persen per tahun. Pada tahun 2030 dengan jumlah penduduk sekitar 285 juta juta, produk domistik broto (PDB) Indonesia mencapai 5,1 triliun dolar AS.

Sebagaian pengamat lantas melontarkan kritik, dan menilai rasa optimisme Presiden itu dianggap terlalu berani. Tetapi presiden tampaknya sudah menyadari bahwa ia akan mendapat kritik. Kerena itu menurut Presiden, visi Indonesia 2030 itu bisa saja dianggap sebuah mimpi. Tetepi jangan malu dengan mimpi itu. Sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menciptakan mimpi dan mewujudkanya dengan realita ”ujar Presiden.

Kurikulum Masa Depan

Sebagai pemimpin, sangat wajar jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan rasa optimisme dan langkah-langkah apa saja yang mesti dilakukan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-citanya. Dalam konteks pendidikan, pertanyaannya adalah kompetensi dasar apa saja yang mesti dimiliki bangsa Indonesia agar ikut berperan dalam mewujudkan mimpi indah tersebut?

Kalau kita amati, dewasa ini masyarakat indonesia dihadapkan pada keragaman persoalan yang sangan kompleks dan akut. Sebagai akibat dari transpormasi sosial dan perubahan teknologi yang cepat dan tidak menentu. Tiupan angin globalisasi berhembus sangan kencang, yang membuat urat nadi kehidupan dalam berbagai bidang mengalami guncangan. Globalisasi juga berimplikasi pada terjadinya perubahan sosial yang terus berkembang, serta proses demokratisasi uang terus mencari bentuk dan tatanan.

Kita menyadari bahwa pendidikan secara luas dipandang sebagai investasi dan aset penting bagi individu maupun masyarakat. Pendidikan merupakan kekuatan yang mampu merubah wajah kehidupan masyarakat. Banyak bukti empirik yang menyatakan bahwa pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan, produktivitas serta memajukan sosial dan politik seatu bangsa. Di atas segalanya pendidikan adalah hak dasar masnusia yang membebaskan manusia dari rantai ketidaktahuan.

Begitu pentingnya peran pendidikan, maka kurikulum masa depan senantiasa menjadi topik yangg hangat diperbincangkan di setiap negara. Begitu pula di Indonesia, isu seputar kurikulum selalu menjadi sorotan, apalagi saat ini kita sedang mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Setiap menjelang atau sesaat setelah pergantian kurikulum baru, publik selalu ramai memperbincangkan. Hingga kini Indonesian sudah berkali-kali ganti kurikulum. Pada era Orde baru saja, sudah pernah diberlakukan kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Pada masa Orde Baru, terasa kental betul kurikulum menjadi bagian dari sub-ordinasi politik.

Sedangkan pasca reformasi, diberlakukan kurikulum berbasis komtepensi (kurikulum 2004) yang kemudian menjadi KTSP, KTSP merupakan Kurikulum berbasis kompetensi yang dalam pelaksanaanya di sekolah sangant mengandalkan kreatifitas dan kemampuan guru. KTSP dirancang untuk menghadapi tantangan Bangsa Indionesia pada masa yang akan datang.

Akan tetapi disadari bahwa kalau hanya mengadalkan kompetensi kurikulum seperti tertuang dalam KTSP, tidak akan mampu menggapai sosok manusia yang diidealkan. Pertanyaannya kemudian adalah, selain kompetensi-kompetensi dasar yang dalam kurikulum, lantas kompetensi apa saja yang relevan bagi individu untuk menjalani hidup yang sukses dan bertanggung jawab bagi masyarakat untuk menghadapi era kini dan mendatang?

Ini bukanlah pertanyaan yang bisa dengan mudah dijawab. Pasalnya, kita harus memformulasikan suatu setting kompetensi kunci bagi anak bangsa yang dapat mengantarkan mereka mengarungi kehidupan yang sukses dan berpartisipasi secara efektif dalam berbagai bidang kehidupan.

Kompetensi Kunci

Kita tidak dapat mendefinisikan kompetensi kunci hanya dari sudut pandang tertentu. Memang, bisa saja orang dengan .mudah mengatakan bahwa secara empiris kompetensi terpenting adalah apa yang diperlukan pekerja agar berhasil dalam dunia kerja. Di sini, sukses hanya diartikan sebagai peningkatan penghasilan.

Pandangan seperti ini tentu saja terlalu sumir karena efektivitas hanya diukur dengan keterampilan teknis, tanpa dikaitkan dengan interpretasi konteks dan makna. Padahal, individu yang kompeten sebagai entitas yang mandiri sejatinya mampu memusatkan perhatian dan orientasi masa depan, memiliki rasa tanggung jawab, dan memiliki keyakinan bahwa hasil kerjanya memiliki dampak positif bagi kehidupan.

Pada sisi lain, kita juga menyaksikan dalam praksis kehidupan banyak ditemukan fenomena penderitaan yang dialami oleh sebagian kelompok masyarakat. Ada sekelompok orang yang hidup tersiksa, terasing dari lingkungan sosialnya, hingga tereksploitasi oleh kelompok masyarakat yang lebih kuat. Keragaman dari medan sosial ini pada gilirannya menuntut individu untuk memiliki sejumlah kompetensi dasar yang taktis dan strategis, agar rmereka tangguh dapat menjaladi hidup dalam kondisi apapun.

Kegelisahan untuk memaknai atau merumuskan bagi generasi mendatang hanya dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Negara-negara maju pun merasakan hal yang sama. Dengan perspektif inter-disiplin dan pendekatan reflektif, terpadu, dan hotistik, negara-negara maju yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) membentuk sebuah fondasi internasional untuk memformulasikan kompetensi kunci ini. Ada tiga kategori kompetensi kunci yang berhasil diidentifikasi, yaitu kemampuan: (1) bertindak secara otonom, (2) menggunakan alat secara interaktif, dan (3) memfungsikan diri dalam kelompok-kelompokyang secara sosial heterogen.

Untuk dapat bertindak secara otonom sesuai kompetensi pertama, tidak berarti harus memfungsikan diri dalam isolasi sosial. Justru para individu dituntut untuk mampu mengelola hidupnya sendiri secara bermakna dengan berperan aktif dalam membentuk hidupnya sendiri. Tentu, untuk mencapai kompetensi ini diperlukan kemampuan memajukan diri sebagai subyek yang harus mengambil resiko dan tanggung jawab sebagai warga negara, anggota masyarakat, anggota keluarga, pekerja, konsumen, dan seterusnya. la tidak saja harus mampu melaksanakan rencana hidup dan rencana pribadi yang dibuatnya, tapi juga harus mampu bertindak dalam skala yang lebih besar.

Kompetensi kedua adalah menggunakan alat secara interaktif. Pengertian alat di sini mencakup wiiayah yang sangat luas. Selain alat kebendaan, juga bahasa, simbol, dan informasi. Alat tidak hanya menjadi indikator pasif, tetapi secara instrumental rnenjadi bagian dari dialog interaktif antara individu dengan lingkungannya. Hal ini mencakup kemampuan (1) menggunakan bahasa, simbol, teks dan informasi secara interaktif, dan (2) kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan secara interaktif, dan (3) kemampuan menggunakan teknologi baru secara interaktif pula.

Kompetensi ketiga adalah kemampuan bersosialisasi dalam masyarakat yang multi-kultur. Kompetensi interpersonal dalam kehidupan sosial ini sangat relevan untuk menciptakan modal sosial. Intinya adalah bagaimana: (1) berhubungan baik dengan orang lain, (2) bekerja sama, dan (3) mengelola dan menyelesaikan konflik sebagai aspek bawaan dari hubungan antar manusia, terutama dalam negara yang multi-etnik dan multi-kultural seperti Indonesia.

Kiranya, ketiga kompetensi kunci yang diinisiasi oleh negara-negara OECD tersebut dapat dijadikan rujukan dalam memformulasikan seperangkat kompetensi kunci bagi generasi muda kita pada masa mendatang. Meskipun disadari ada perbedaan kontekstual, tetapi didalamnya terkandung pula sifat-sifat universalitas dan transferabilitas.

Jika kompetensi-kompetensi kunci itu berhasil kita poles dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, maka harapan kita tentang mimpi indah kedepan sebagaimana dituangkan dalam Kerangka Dasar Visi Indonesia 2030 bisa diwujudkan menjadi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar